Di tengah hegemoni pembangunan akomodasi pariwisata di pulau Bali, desa wisata Tenganan Pegringsingan tetap bertahan melalui dresta larangan akomodasi wisata. Dresta larangan akomodasi wisata menjadi kesepakatan bersama masyarakat adat untuk melarang pembangunan akomodasi wisata dalam bentuk apapun dan komersialisasi lahan untuk pariwisata. Jika ditelusuri lebih jauh dresta larangan ini berkaitan dengan nilai-nilai kearifan lokal yang dimiliki masyarakat adat serta upayanya untuk mempertahankan kebudayaan dan kedaulatannya.
Keunikan tersebut mendorong Tim PKM-RSH UGM yang terdiri dari empat mahasiswa yaitu I Ketut Aditya Prayoga (Pariwisata, 2021), Luh Putu Sintadewi Jayaswari (Psikologi, 2021), Ida Ayu Purnama Novanka Larasati (Antropologi, 2022) dan Ni Luh Feby Riveranika (Sosiologi, 2021) berusaha meneliti dresta larangan akomodasi wisata Desa Tenganan Pegringsingan secara mendalam. Mereka melakukan penelitian selama 4 bulan dengan metode fenomenologi dan dengan judul penelitian “Dresta Larangan Akomodasi Wisata Berbasis Cultural Survival di Desa Adat Tenganan Pegringsingan Guna Mewujudkan Indigenous Sovereignty”.
Berdasarkan hasil penelitian tim mahasiswa UGM, Aditya Prayoga mengatakan masyarakat desa adat Tenganan memiliki dresta larangan akomodasi wisata sebagai salah satu bentuk aturan tidak tertulis yang disepakati bersama oleh masyarakat adat dan didasari oleh nilai-nilai Tri Hita Karana atau tiga keharmonisan hubungan dengan Tuhan, manusia, dan lingkungan. “Nilai-nilai yang terkandung dalam dresta tersebut kemudian diterapkan dalam sebuah model kelangsungan budaya,” kata Aditya dalam keterangannya, Rabu (18/10).
Ida Ayu Novanka Larasati mengatakan model kelangsungan budaya dengan dresta sebagai pedoman dalam melindungi kelestarian dan keberlangsungan unsur-unsur kebudayaan masyarakat adat Desa Tenganan Pegringsingan. “Ibarat roda, dresta larangan akomodasi wisata ini bagian dari poros agar roda tetap bisa berputar di tengah gempuran jalan yang mulai tidak stabil dan berubah. Namun, dalam jangka panjang dresta ini juga berperan untuk melindungi kedaulatan masyarakat adat,” paparnya.
Feby Riveranika, anggota tim PKM lainnya, mengatakan adanya dresta larangan akomodasi wisata masyarakat Desa Adat Tenganan merupakan wujud dari kedaulatan masyarakat adat dalam menentukan nasibnya sendiri dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Hal itu tidak lepas dari tradisi masyarakat adat yang sangat mempertahankan nilai-nilai kearifan secara lebih mendalam sehingga berperan dalam membendung hegemoni arus pembangunan modern.
Penulis : Gusti Grehenson