Workshop Timor Leste-Indonesia menjadi salah satu kegiatan menjelang pelaksanaan Konferensi The Association for Asian Studies (AAS)di Universitas Gadjah Mada. Kegiatan workshop yang berlangsung di gedung baru Fakultas Hukum UGM dibuka Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Adrianto Dwi Nugroho, S.H., Adv.LL.M., LL.D.
Tampak hadir dalam workshop diantaranya Dr. Hilary Finchum-Sung, Ketua Asosiasi Studi Asia, Dr. Krisna Uk, Manajer Program Manajer Program Asosiasi Kajian Asia, Profesor David Webster, Ketua Sejarah & Studi Global, Universitas Bishop, dan anggota Dewan Penasihat Internasional, Centro Nacional Chega, Timor-Leste, Prof. Diatri Nari Ratih, Ph.D., Sekretaris Direktorat Riset Universitas Gadjah Mada dan lain-lain.
Adrianto Dwi Nugroho selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Kemahasiswaan dan Kerja Sama Fakultas Hukum UGM menyambut senang hati para delegasi untuk Lokakarya tentang Timor Leste Indonesia pada AAS-in-Asia 2024 di Fakultas Hukum UGM.
“Kami benar-benar merasa tersanjung atas kehadiran Anda di sini bersama kami hari ini. Atas nama Dekan dan Fakultas, saya mengucapkan selamat datang dan salam hangat di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada,” katanya di Fakultas Hukum UGM, Senin (8/7).
Andrianto mengatakan Lokakarya Pra-Konferensi ini disponsori bersama oleh UGM dan Asosiasi Studi Asia melalui Inisiatif Studi Timor Leste. Lokakarya satu hari ini akan membahas dua tema utama.
Pertama, ingatan dan peran generasi muda Timor yang belajar di Indonesia pada tahun 1990-an, sebagai cara untuk memperdalam pemahaman sejarah dan meningkatkan kesadaran hak asasi manusia, serta meningkatkan pemahaman tentang hubungan Timor-Indonesia di masa lalu. Kedua, panel rekonsiliasi Timor-Indonesia untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran hak, sebagaimana diamanatkan dalam laporan Chega dan CTF.
“Saya mengucapkan terima kasih kepada seluruh panitia atas kontribusinya yang sangat besar dalam persiapan acara ini. Saya berharap lokakarya ini dapat mencerahkan wawasan kita dan meningkatkan kesadaran kita akan hal penting ini,” terangnya.
Sementara Hilary Finchum-Sung dalam sambutan mengatakan The Association for Asian Studies telah ada sejak tahun 1941. Organisasi dan keanggotaannya didedikasikan untuk bidang Studi Asia, dan telah mengembangkan banyak program selama bertahun-tahun, termasuk program publikasi, konferensi, berbagai jenis lokakarya dan acara, serta program hibah untuk anggota dan nonanggota AAS.
“Beberapa tahun yang lalu, kami mengembangkan rencana strategis lima tahun dan ada banyak tujuan dalam rencana strategis tersebut. Salah satunya termasuk memperkuat hubungan, memperkuat jangkauan, dan memperkuat jaringan di Asia,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia menyampaikan ketika AAS mengembangkan rencana strategis maka memutuskan untuk fokus pada Studi Asia. Dengan keputusan itu, bagi AAS memang sudah waktunya untuk benar-benar menjangkau dan berinteraksi dengan komunitas di benua Asia dan di tempat-tempat indah seperti Indonesia.
“Besok, kami akan mengadakan AAS in Asia pertama di Indonesia, dan kami sangat bangga dan senang berada di sini, dan bermitra dengan UGM,” ungkapnya.
Sebagai bagian dari rencana strategis, AAS memiliki konsep yang dikenal sebagai Global Asias. Ini adalah konsep yang berbicara tentang arus populasi, keterlibatan, dan mengacu pada cara pandang yang tidak terikat oleh garis waktu tertentu.
Konsep tersebut tidak memisahkan antara kejadian atau perkembangan yang terjadi sekarang dengan yang terjadi di masa lalu, melainkan melihat keduanya sebagai bagian dari satu kesatuan yang utuh.
Selain itu, Global Asias juga tidak membatasi populasi Asia hanya pada satu lokasi geografis tertentu. Sebaliknya, konsep ini mencakup komunitas Asia global, termasuk diaspora Asia yang tersebar di seluruh dunia, yang melibatkan orang-orang dari berbagai tempat dan latar belakang, bukan hanya dari wilayah Asia saja, tetapi juga mereka yang tinggal dan berinteraksi di berbagai bagian dunia.
“Terkait dengan Timor-Leste, AAS telah memainkan peran yang sangat penting dalam banyak hal dalam membantu mengembangkan bidang studi Timor-Leste, atau setidaknya untuk terlibat di dalam studi tentangnya,” terang Hilary.
Semua dimulai di tahun 2017 dengan diadakannya konferensi tahunan di Toronto. Pada saat itu, ada kesempatan untuk mempertemukan para sarjana Timor-Leste dari seluruh dunia, termasuk sarjana dari Timor-Leste, Australia, Jepang, Portugal, Kanada, dan lainnya.
“Ini memberikan kesempatan bagi orang-orang untuk bertemu langsung dan berbicara tentang penelitian mereka. Lokakarya ini didanai oleh Henry Luce Foundation. Sekali saya juga ingin mengucapkan terima kasih kepada Ibu Wening Udasmoro, yang telah sangat luar biasa dalam menghubungkan kami dengan UGM dan menjadi orang yang berjasa di kegiatan ini,” paparnya.
Penulis: Agung Nugroho
Foto : Donnie