
UGM terus memperkuat diri sebagai kampus inklusif dengan membuka akses pendidikan bagi seluruh masyarakat termasuk yang memiliki kerentanan secara ekonomi, sosial, serta geografis. Salah satu komitmen tersebut diwujudkan melalui program inklusivitas berbasis geografis dengan penerimaan mahasiswa baru melalui jalur seleksi Penelusuran Bibit Unggul (PBU) bagi putra putri daerah terbaik dan melalui jalur afirmasi tridharma.
Dr. Hempri Suyatna, S.Sos., M.Si., Sekretaris Ditmawa menyampaikan pihaknya mendukung proses pembelajaran mahasiswa agar bisa menyelesaikan pendidikan hingga tuntas. Melalui dukungan bantuan beasiswa dan peminjaman laptop diharapkan mahasiswa tidak mengalami kendala dalam proses perkuliahannya. “Termasuk skema biaya pendidikan. Bahkan sejak masih berstatus sebagai calon mahasiswa, skema pembiayaan dirancang agar tidak membebani mahasiswa,” kata Hempri dalam diskusi Pojok Bulaksumur edisi Mei pada Senin (19/5) di selasar tengah Gedung Pusat UGM.
Untuk saat ini, kata Hempri, UGM hanya memberlakukan Iuran Pengembangan Institusi (IPI) bagi mahasiswa yang masuk melalui jalur mandiri. “Itu pun kemudian ada skema subsidi sampai 0 rupiah. Artinya, fasilitasi dan akomodasi ini kita prioritaskan,” tutur Hempri.
Dalam penentuan besaran Uang Kuliah Tunggal (UKT), kata Hempri, sejak 2023 lalu pihaknya melibatkan mahasiswa dalam penentuan besaran UKT untuk mahasiswa baru. Hal itu dilakukan dalam mendukung proses transparansi terhadap proses penetapan pembiayaan pendidikan. “Kami mendorong fakultas agar mahasiswa dilibatkan. Teman-teman Forkom (Forum Komunikasi) dan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) misalnya, mereka membantu advokasi bagi mahasiswa yang membutuhkan bantuan pembiayaan,” terang Hempri.
Untuk mendukung proses kelancaran perkuliahan, UGM juga memberikan fasilitas peminjaman laptop bagi mahasiswa yang membutuhkan dalam penulisan tugas akhir. “Tentunya terdapat seleksi ketat dan prioritas agar program berjalan tepat sasaran. UGM memastikan bahwa mahasiswa harus bisa lulus tanpa mengalami hambatan apapun,” ungkapnya.
Ayu, mahasiswa program studi Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PsDK), Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) UGM mengaku senang mendapat bantuan pinjaman laptop untuk mengerjakan tugas akhir. “Program tersebut sangat membantu saya mengerjakan skripsi, saya juga jadi termotivasi untuk segera lulus karena sudah difasilitasi,” ujarnya. Ia berpesan agar calon mahasiswa tidak perlu khawatir dan minder karena banyak program UGM yang akan membantu.
Selain memberikan akses bagi mahasiswa dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi, UGM menegaskan komitmennya menjadi kampus inklusi yang ramah bagi penyandang disabilitas. Komitmen ini dibuktikan dengan menerima mahasiswa dari kalangan disabilitas dan mengembangkan pembelajaran yang ramah disabilitas. Bahkan kantor ULD yang baru diresmikan pada akhir tahun lalu. Unit ini telah memberikan pelayanan pada penyandang difabel bahkan sejak awal sebelum mereka diterima menjadi mahasiswa dalam bentuk pendampingan saat ujian masuk. Saat ini ada 48 mahasiswa penyandang disabilitas.
Ketua Unit Layanan Disabilitas (ULD) UGM, Wuri Handayani, S.E., Ak., M.Si., M.A., Ph.D menjelaskan berbagai upaya UGM untuk mengakomodasi mahasiswa difabel. Meski kantor ULD baru terbentuk akhir tahun lalu, pihaknya telah melakukan pelayanan pendampingan bagi disabilitas. “Tidak hanya fasilitas dan akomodasi, ULD juga menjadi pintu utama dalam menyalurkan bantuan beasiswa dan program unggulan bagi mahasiswa disabilitas,” terangnya.
Anis, salah satu mahasiswa disabilitas dari Fakultas Biologi mengaku awalnya merasa kesulitan beradaptasi, khususnya ketika transisi pembelajaran daring ke luring. Beruntung, pihak Fakultas memberikan menawarkan fasilitas dan akomodasi yang dibutuhkannya selama mengikuti proses pembelajaran di kelas maupun praktik di laboratorium. “Selama ini fasilitas dari UGM sudah sangat membantu saya dalam belajar, khususnya praktikum. Teman-teman saya juga sangat suportif,” ungkap Anis.
Dukungan fasilitas pembelajaran ini diakui Anis bisa membuka kesempatan bagi dirinya melaknsakan kegiatan lain di luar akademi. Ia juga sempat mewakili UGM sebagai Duta Sustainable Development Goals (SDGs) dan berhasil meraih juara. Menurutnya, suasana dan lingkungan UGM sangat mendukung proses belajar mengajar bagi siapapun. Termasuk penyandang disabilitas seperti dirinya.
Penulis : Tasya
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto