Peristiwa letusan kawah Sileri di kawasan wisata Dieng yang terjadi pada Minggu (2/7) silam cukup mengagetkan banyak pihak karena terjadi secara tiba-tiba di destinasi wisata yang selama ini dianggap aman. Banyaknya wisatawan yang saat itu berada di sekitar kawah mengakibatkan jatuhnya korban yang tidak sedikit. Untuk menghindari kejadian serupa, pakar vulkanologi UGM Dr. Sandy Budi Wibowo menyebutkan bahwa pengelola kawasan wisata perlu diberikan pendampingan untuk meningkatkan standar keselamatan di kawasan wisata alam ini.
“Pihak pengelola sebaiknya jangan terlalu disudutkan, tetapi perlu didampingi untuk meningkatkan pengamanan yang telah diterapkan,” ujarnya saat dihubungi Selasa (4/7).
Sandy menjelaskan, inti dari permasalahan yang ada adalah aspek keruangan yang dibutuhkan gunung api untuk melakukan proses-proses alami. Apabila kriteria spasial ini dipenuhi, menurutnya, wisatawan akan aman dari ancaman bahaya serupa di waktu mendatang.
Terkait kejadian beberapa waktu yang lalu, Sandy menuturkan bahwa aktivitas vulkanik tersebut memang sulit diprediksi dan terjadi secara tiba-tiba.
“Peristiwa tersebut merupakan erupsi freatik dan biasanya tidak disertai dengan tanda tanda yang dapat dideteksi oleh sensor gunung api, seperti sensor seismik untuk getaran,” jelas peneliti di Pusat Studi Bencana (PSBA) UGM ini.
Letusan freatik ini, jelasnya, terjadi karena magma tanpa melalui kontak langsung memanaskan air di sekitarnya, baik air kawah maupun air tanah, sehingga menimbulkan uap air bertekanan. Proses letusan ini sendiri, jelasnya, sebetulnya tidak berada di permukaan.
“Letusan yang tidak disertai dengan pergerakan magma ke permukaan ini cenderung hanya dapat diketahui pada saat letusan, bukan sebelumnya. Lain halnya dengan dengan letusan magmatik yang ditandai dengan naiknya magma ke permukaan bumi yang menimbulkan getaran sebelum letusan, maupun erupsi freatomagmatik yang melibatkan kontak langsung antara magma dan badan air di permukaan bumi sehingga terdeteksi secara visual,” jelas Sandy.
Meski skalanya tidak terlalu besar, Sandy menyebut letusan ini memiliki dampak yang cukup berbahaya karena mengandung gas vulkanik yang beracun, bertemperatur dan bertekanan tinggi seperti H2O, CO2, SO2, H2S, dan lainnya. Selain itu, pada kawah yang memiliki danau, letusan ini akan memicu lahar primer atau aliran yang cepat dari hulu ke hilir sungai dan mengandung percampuran antara material vulkanik dan air.
“Secara visual lahar in i terlihat seperti lumpur atau adonan semen untuk bangunan,” kata Sandy.
Dalam waktu mendatang, Sandy menyarankan agar mulai diberlakukan zona terlarang mengikuti masukan dari Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG). Hal ini dimaksudkan untuk menjamin keselamatan para pengunjung yang hendak menikmati wisata di kawasan kawah aktif tersebut.
“Sebetulnya solusinya cukup sederhana, pemberlakuan zona larangan di sekitar kawah dengan radius yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik letusan masing-masing kawah. Tentunya hal ini juga tidak dimaksudkan untuk mengurangi kenyamanan wisatawan untuk menikmati keindahan kawah-kawah di Dieng,” imbuhnya.
Sandy juga menekankan pentingnya perhatian serta kerja sama dari berbagai pihak untuk menciptakan standar keselamatan yang lebih baik dan mencegah jatuhnya korban jika terjadi kejadian serupa di waktu-waktu mendatang. Meski teknologi saat ini belum dapat memastikan besar kecilnya letusan di masa mendatang, menurutnya yang dapat dilakukan adalah memantau perkembangan gunung api secara real-time dan melihat trennya dari waktu ke waktu serta menyiapkan sarana yang memadai untuk mengevakuasi masyarakat apabila diperlukan.
“Jalan sempit dan banyaknya kendaraan tentunya menyulitkan proses evakuasi apabila terjadi erupsi. Pelebaran jalan, manajemen parkir, dan penyediaan jalur evakuasi perlu untuk dilakukan. Edukasi terhadap wisatawan juga dirasa perlu. Setelah semua hal telah dilaksanakan secara maksimal, asuransi mungkin dapat diterapkan untuk membantu mengurangi kerugian yang ada,” papar Sandy. (Humas UGM/Gloria;foto:Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kementerian ESDM)