Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., mengajak seluruh elemen masyarakat untuk membantu warga yang terkena dampak dari bencana asap dan kebakaran hutan di sebagian Sumatera dan Kalimantan. Menurutnya, pemadaman titik sumber api di lahan gambut tidak bisa ditangani dalam waktu singkat, kecuali menunggu hujan turun saat musim penghujan tiba. Untuk menghindari jatuhnya korban, kata Rektor, salah satu yang bisa dilakukan saat ini adalah menyelamatkan warga dengan membantu melakukan evakuasi warga yang terdampak dan memberikan bantuan masker serta bantuan tabung oksigen bagi warga yang mengalami sesak napas.
“Jadi yang masih bisa kita lakukan adalah selamatkan warga di area terdampak, jangan biarkan mereka sesak nafas mengakhiri hayatnya, diprioritaskan membantu para anak, wanita dan lansia, juga kaum difabel,” kata Dwikorita menanggapi kondisi darurat asap yang tak kunjung selesai ditangani saat ditemui wartawan di Kampus UGM, Jumat (23/10).
Menurut Dwikorita di saat kondisi darurat asap saat ini seharusnya perusahaan yang mengelola lahan gambut harus muncul di barisan terdepan dalam upaya penyelamatan warga yang menjadi korban. “Inilah saatnya mereka menunjukkan tanggung jawabnya,” katanya.
Menurut Rektor, Indonesia tengah mengalami bencana kemanusiaan, sehingga seluruh elemen masyarakat harus bersatu, bahu-membahu dan tidak cukup hanya mengandalkan pemerintah. “Yang telah dilakukan sekarang belum cukup utk mengatasi kondisi darurat,” katanya.
Mengatasi bencana kebakaran hutan menurutnya memang tidak mudah diselesaikan dalam waktu singkat. Dia mencontohkan bencana kebakaran hutan di Amerika Serikat yang apinya berada di permukaan tanah dan tidak kunjung padam. “Apalagi di lahan gambut apinya ada di dalam tanah, baru padam kalau hujan turun menerus selama beberapa minggu hingga berbulan-bulan,”tandasnya.
Dwikorita mendesak Presiden Joko Widodo untuk segera menetapkan kondisi darurat bencana kemanusiaan, sehingga ada upaya khusus untuk penurunan anggaran kondisi darurat dapat dilakukan baik di tingkat pusat dan daerah. Dengan penetapan darurat bencana kemanusiaan ini akan lebih mendorong masyarakat untuk lebih banyak terlibat melakukan gerakan massal aksi kemanusiaan.
Ia juga mengusulkan adanya evakuasi massal, seperti pada saat bencana Merapi dengan menggerakan TNI, PMI, SAR, BPBD maupun kepolisian. Selain itu, perlu dibentuk sister province sehingga dapat menggerakan propinsi-propinsi yang aman dari kabut asap untuk ikut menampung warga yang dievakuasi.
“Para relawan yang membantu bisa lebih fokus terjun di lokasi evakuasi. Sedangkan di lokasi bencana asap bisa diserahkan TNI, BNPB, BPBD, PMI dan medis,”imbuhnya.
Markas BNPB menurut Dwikorita bisa dijadikan sebagai crisis center yang dimonda langsung Presiden. Dari sana Presiden bisa terus memantau secara real time kondisi di lapangan, baik secara visual, spasial maupun digital. “Crisis center yang terjalin baik dari pusat komando di BNPB hingga di lokasi terdampak dan lokasi evakuasi penampungan,” pungkasnya. (Humas UGM/Gusti)