Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menargetkan hingga akhir 2018 ini bisa membangun satu juta rumah. Alasannya, sejak 2015 lalu target pembangunan satu juta rumah setiap tahun belum pernah tercapai. “Sudah tiga tahun belum bisa terpenuhi satu juta rumah,” kata Direktur Jenderal Penyediaan Perumahan, Kementerian PUPR, Khalawi Abdul Hamid, dalam Seminar nasional yang bertajuk inovasi konstruksi dalam mendukung program satu juta rumah berdasarkan konsep sustainable community, yang dilaksanakan Fakultas Teknik di Grha Sabha Pramana, Kamis (3/5).
Khalawi mengungkapkan tahun 2016, menurutnya, baru bisa terbangun sekitar 800 ribu rumah, sementara pada 2017 lalu mencapai 900 ribu rumah. “Kita bertekad tahun ini bisa satu juta rumah dan 2019 bisa memenuhi kekurangan di tahun-tahun sebelumnya,” katanya.
Kendala mencapai target pembangunan satu juta rumah setiap tahun tersebut disebabkan sulitnya mendapatkan lahan untuk rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). “Susah mencari lahan standar MBR karena begitu mahalnya harga tanah di kota,” paparnya.
Meski demikian, ungkap Dirjen, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan melibatkan peran swasta sebagai pelaku pembangunan perumahan untuk mendukung program satu juta rumah melalui strategi pembangunan fisik perumahan dengan menggunakan skema anggaran APBN dan APBD. “Dari satu juta kebutuhan rumah, dari APBN sekitar 20 persen, lalu 30 persen untuk subsidi dengan berbagai sumber dana dan selebihnya 50 persen peran swasta dan masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, apabila menyerahkan ke warga secara mandiri membayar sebesar 80 persen sangat sulit apalagi masih banyak dijumpai masyarakat belum memiliki rumah atau menempati rumah tidak layak huni baik di kota dan pedesaan. Bahkan, membangun pemukiman kumuh untuk layak huni, “Ada 56 kota yang harus dibebaskan dari pemukiman kumuh,” paparnya.
Menurutnya, model melibatkan swasta dalam pembangunan untuk program satu juta rumah sangat bermanfaat dan mampu membantu pemerintah. “Semaksimal melibatkan swasta dalam pembangunan. Uang negara hanya menjadi pengungkit, ternyata semangat swasta sangat luar biasa,” katanya.
Salah satu upaya pemerintah mendorong masyrakat untuk mendapatkan rumah bagi mereka yang tidak memiliki agunan dan jaminan, yakni dengan mendorong adanya land banking system, inisiatif pembiayaan kreatif, penggunaan tabungan perumahan rakyat (Tapera) sebagai jaminan. “Dengan tabungan Tapera masyarakat yang tidak punya rumah bisa terealisasi memiliki rumah,” katanya.
Ia pun mengharapkan peran dari kalangan perguruan tinggi dalam menawarkan bentuk desain rumah yang layak huni dalam mendukung konsep pembangunan berkelanjutan dan program pembangunan satu juta rumah.
Pakar Kontruksi Perumahan dari Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM, Prof. Ir. Iman Satyarno, M.E., Ph.D., mengatakan program satu juta rumah perlu didukung dengan teknologi bahan dan metode konstruksi yang memadai. Menurutnya, perlu ada kerja sama antara tim R and D pelaksana atau kontraktor menggandeng perguruan tinggi untuk mengadopsi dan mengembangkan bahan dan metode konstruksi. “Teknologi material yang dibutuhkan harus lebih kuat, lebih ringan, lebih awet dan lebih ramah lingkungan,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)