Peringatan ke-20 SEASREP (Southeast Asian Studies Regional Exchange Program) belum lama ini digelar di UGM. SEASREP merupakan studi tentang Asia Tenggara yang dilakukan oleh orang Asia, di Asia, dan untuk Asia.
“UGM telah lama berpartisipasi dalam kegiatan studi SEASREP dan beberapa kali menjadi tuan rumah. Acara ini bertujuan untuk mengembangkan potensi keilmuan tentang Asia di Indonesia dan kali ini digelar di Indonesia tepatnya di UGM,” ungkap Ketua kegiatan SEASREP, Prof. Bambang Purwanto.
Bambang Purwanto menambahkan selama ini studi Asia banyak dilakukan oleh Barat. Studi yang dilakukan oleh dunia Barat tentu menggunakan perspektif Barat. Untuk itu, diperlukan sentuhan orang Asia dalam mendalami dan mengupas kajian tentang Asia. Selama ini sentuhan dari orang-orang Asia masih kurang dibandingkan dengan kajian yang sering dilakukan oleh orang Barat.
“Sebelumnya sudah pernah dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan di Barat, terutama di Australia, Amerika, dan lain-lain. Maka, kegiatan ini dilakukan untuk mendorong orang-orang Asia Tenggara untuk orang Asia itu sendiri,” tambah Bambang.
Tema yang diangkat pada acara ini berkaitan dengan sosiohumaniora. Dengan membidik kajian ilmu sosial diharapkan kajian yang didiskusikan relevan terhadap masalah sosial kekinian. Bambang berharap melalui SEASREP kajian-kajian yang dihasilkan oleh para akademisi tidak hanya membeku dalam kerangka teori saja. “Ada kontribusi keilmuan sosiohumaniora itu yang nyata. Jadi, tidak hanya sebuah kajian yang tidak ada relevansinya,” paparnya.
SEASREP diikuti oleh seluruh negara di kawasan Asia Tenggara, yaitu Indonesia, Singapura, Philipina, Vietnam, Brunai Darussalam, Thailand, dan Myanmar. Selain seminar dan diskusi panel, rangkaian kegiatan SEASREP berlanjut dengan mengunjungi Borobudur. Kunjungan tersebut sekaligus menutup serangkaian kegiatan SEASREP (Humas UGM/Putri)