YOGYAKARTA-Tumbuhan anggrek yang tergolong dalam familia Orchidaceae telah lama dikenal oleh masyarakat luas, baik sebagai tanaman hias maupun bunga potong. Di dunia ini, diperkirakan terdapat sekitar 20.000 jenis anggrek dan sebagian tersebar di daerah tropis. Di kepulauan Indonesia, diperkirakan terdapat kurang lebih 5.000 jenis anggrek yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dengan demikian, Indonesia sebagai negara tropis merupakan negara yang mempunyai jenis anggrek terkaya di dunia.
Meskipun kaya akan berbagai jenis tanaman anggrek, sejauh ini tidak banyak orang yang membudidayakan karena anggapan bahwa tanaman ini harganya mahal dan sulit pemeliharaannya. Oleh sebab itu, meskipun banyak orang yang menyukai anggrek, tidak terlalu banyak yang mau menekuni untuk menanam dan memeliharanya. “Salah satu penyebab keengganan masyarakat untuk membudidayakan tanaman anggrek adalah ketidaktahuannya tentang apa itu anggrek dan bagaimana cara menanam serta memeliharanya,†kata Dr.rer.nat. Ari Indrianto, S.U. dalam acara Pelatihan Budidaya Anggrek Angkatan XIX, Program I-MHERE Fakultas Biologi UGM, Senin (25/7). Pelatihan yang berlangsung pada 25-29 Juli 2011ini diikuti 50 peserta, antara lain, dari Fakultas Biologi, beberapa fakultas di UGM, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, Taman Nasional Gunung Merapi, dan KP4 UGM.
Ari menambahkan pelatihan ini cukup bermanfaat, terutama untuk pengembangan variasi tanaman anggrek dengan menggandeng Kebun Pendidikan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (KP4) UGM. Dengan kerja sama tersebut, KP4 sekaligus bisa menjadi pusat budidaya anggrek, bahkan lahan penelitian anggrek berskala internasional. Langkah ini cukup penting karena potensi pengembangan tanaman anggrek sangat besar. “Potensinya besar sehingga jangan sampai teknologinya justru diambil oleh pihak luar,†ujarnya.
Sementara itu, Direktur Eksekutif I-MHERE UGM, Dr. Ir. Cahyono Agus Dwi Koranto, M.Agr.Sc., menuturkan melalui program I-MHERE dari Dikti tersebut UGM, khususnya tiga fakultas penerima program, yakni Biologi, Farmasi, dan Kehutanan, memiliki kebebasan dan otonomi untuk mengelola program-program unggulan. Salah satu program unggulan Fakultas Biologi adalah pengembangan tanaman anggrek.
Cahyono mendukung program pelatihan budidaya anggrek ini karena potensi yang cukup menjanjikan sehingga dapat menambah pendapatan dari sisi bisnis. Di samping itu, yang tidak kalah penting adalah budidaya anggrek dilakukan untuk menjaga agar tidak punah. “Manfaatnya bukan hanya kepada para akademisi, mahasiswa, tapi juga masyarakat. Saya juga berharap nanti bukan hanya sertifikat yang akan didapat, tapi juga bisa dipraktikkan dan dimanfaatkan untuk komoditi pertanian maupun tanaman hias,†terang Cahyono.
Dekan Fakultas Biologi, Dr. Retno Peni Sancayaningsih, M.Sc., mengatakan dengan keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang banyak dijumpai di Indonesia diharapkan juga memberikan keuntungan bagi sektor pendidikan dan penelitian. Khusus budidaya anggrek, Peni berharap agar dunia bisnis dapat bekerja sama dengan kalangan akademisi untuk budidaya dan pengembangan tanaman tersebut. “Bagaimana mungkin keanekaragaman hayati Indonesia justru diambil alih oleh negara lain sehingga mereka yang memperoleh manfaat?†ujar Peni.
Peni juga sempat menyinggung plasma nutfah anggrek dari Indonesia yang telah diambil oleh luar negeri, seperti Thailand dan Taiwan, sehingga kedua negara itu terkenal menjadi eksportir anggrek dunia. Dengan kondisi tersebut, Peni menekankan kembali arti penting budidaya dan penelitian anggrek untuk jangka panjang. “Anggrek dari Thailand dan Taiwan itu banyak yang mengambil plasma nutfah dari Indonesia, tapi setelah diambil dan dibudidayakan kemudian dijual ke Indonesia dengan harga yang mahal sehingga kita rugi. Jadi, manfaatkan penelitian anggrek untuk jangka panjang,†pungkas Peni. (Humas UGM/Satria AN)