Sotong merupakan hewan laut yang cukup dikenal dan digemari masyarakat karena memiliki daging yang lezat. Namun, tahukah Anda jika bagian tubuh sotong yakni cangkangnya ternyata memiliki potensi untuk dipakai sebagai materi pengisi tulang atau carbonated hydroxyapatite (CHA).
Tim mahasiswa UGM yang tergabung dalam Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) UGM Riset Eksakta (RE) melakukan penelitian ekstraksi carbonated hydroxyapatite cangkang sotong (Sepia sp) sebagai material alternatif mencegah kembalinya posisi gigi menjadi tidak rapi setelah pelepasan behel gigi (relaps orthodontic). Mereka yakni Bondan Setyoko, Aufa Lufhf Ambar Verisandri, Adelia Tantri dan Firda Ayu yang berasal dari Fakultas Kedokteran Gigi serta Berliant Salsabila Julieta dari FMIPA.
Bondan Setyoko selaku ketua tim PKM-RE mengatakan penelitian bermula dari keprihatinan akan banyaknya masalah kesehatan gigi, terutama gigi yang tidak rapi. Sekitar 80% penduduk dari total penduduk di Indonesia memerlukan perawatan behel gigi. Belum lagi ditambah kasus kembalinya posisi gigi tidak rapi pasca pelepasan behel gigi yang terjadi 70–90% pada periode pasca perawatan.
“Sebenarnya kasus tersebut dapat dicegah dengan injeksi carbonated hydroxyapatite yang memiliki sifat mirip dengan jaringan tulang manusia, namun harga pasarannya mencapai 1,5 juta per 5 miligram. Dari hal ini kami tergerak meneliti kandungan dan menguji potensi ekstrak cangkang sotong sebagai material CHA,” paparnya, Rabu (8/9)
Ia menjelaskan material CHA memiliki komposisi yang sangat mirip jaringan tulang manusia yang dapat menghambat aktivitas osteoklas pada pressure side fase retensi yang berperan dalam ketidaksempurnaan remodeling tulang pada relaps setelah perawatan behel gigi. Sementara dalam cangkang sotong diketahui memiliki unsur anorganik mencapai 75-90% yang sebagian besarnya merupakan kalsium karbonat (CaCO3) yang dapat dikembangkan sebagai carbonated hydroxyapatite.
“Sotong di Indonesia sangat melimpah dan ini menghasilkan cangkang sotong yang banyak pula sebagai limbah samping hasil pengolahan sotong. Karenanya kami berinisiatif melakukan inovasi meneliti limbah cangkang sotong ini sebagai CHA,” terangnya.
Pembuatan cangkang sotong untuk CHA dilakukan melalui sejumlah proses. Tahap awal dilakukan pengecilan ukuran cangkang sotong menggunakan mortar. Tahap kedua dilakukan proses kalsinasi cangkang sotong menggunakan alat tanur dengan suhu 1000 ºC selama 5 jam. Setelah itu dilakukan pengayakan hasil kalsinasi dengan alat ayak 2 mess. Hasil yang didapat berupa serbuk kalsium oksida (CaO) lalu dilakukan titrasi sampai menjadi CHA.
Hasil sintesis diuji menggunakan uji X-Ray Diffractometer (XRD) untuk membuktikan struktur kristal suatu material. Lalu, uji Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) dilakukan untuk membuktikan karakterisasi gugus fungsinya sesuai carbonated hydroxyapatite. Tak hanya itu, dalam penelitian ini mereka juga melakukan uji molekuler docking terhadap protein target yaitu RANK-RANKL, OPG, TGF β. Pengaruh carbonated hydroxyapatite terhadap protein target melalui moleculer docking dapat dilihat dari nilai afinitas energi pengikatan dan jumlah interaksi yang terjadi antara ligan dengan sisi aktif reseptor. Semakin kecil energi yang dibutuhkan maka semakin stabil kompleks enzim-ligan tersebut.
“Dari penelitian terbukti cangkang soto berhasil menjadi CHA,” tambah Aufa
Mereka berharap penelitan yang telah dilakukan tidak hanya bisa mengurangi limbah cangkang sotong. Namun, juga bisa memberikan daya guna cangkang sotong menjadi CHA yang lebih murah sehingga bisa menjadi dasar dalam pengujian klinis untuk mencegah kembalinya gigi ke posisi tidak rapi pasca perawatan behel gigi.
Penulis: Ika