Eskalasi tindak kekerasan di Papua terus meningkat dalam dua tahun terakhir. Setelah rentetan kasus kekerasan di Kabupaten Intan Jaya pada pertengahan hingga akhir tahun 2020 lalu, kondisi yang semakin buruk terjadi di Kabupaten Puncak sejak awal tahun 2021 hingga saat ini.
Rentetan kasus yang terjadi melibatkan KKB-KSB / TPN-OPM dan aparat keamanan TNI-Polri. Korbannya pun semakin meluas, bukan hanya anggota KKB-KSB dan prajurit ataupun perwira TNI-Polri, melainkan juga masyarakat sipil.
Menyikapi eskalasi tindak kekerasan yang terjadi dan terus berjatuhannya korban dari masyarakat sipil, Gugus Tugas Papua UGM menyampaikan catatan dan sejumlah rekomendasi. Ketua Gugus Tugas Papuan UGM, Bambang Purwoko, menyampaikan dua rekomendasi yakni khusus dan umum dalam menyikapi ekskalasi tindak kekerasan di Papua. Rekomendasi khusus yakni operasi penegakan hukum untuk mengatasi gangguan keamanan di wilayah-wilayah. Namun demikian, pemerintah perlu memperhatikan beberapa hal yang berpotensi besar mengganggu jalannya pemerintahan di tingkat lokal. Salah satunya adalah kehadiran aparat TNI/Polri dalam jumlah besar ke distrik-distrik dan ibukota kabupaten di wilayah Papua juga berpotensi mengganggu jalannya pemerintahan daerah.
Sementara itu, pada saat yang sama masyarakat yang ketakutan juga meninggalkan kampung-kampung, mengungsi di kantor-kantor pemda atau rumah dinas pejabat. Pengungsian warga masyarakat akan menjadi masalah serius baik bagi masyarakat, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat yaitu beban finansial yang besar, terganggunya kegiatan sosial dan perekonomian, serta memburuknya kondisi kesehatan dan pendidikan.
“Kehadiran pasukan TNI/Polri dalam jumlah besar juga berpotensi menjadi beban tambahan bagi anggaran pemda. Kepala Daerah harus berupaya sedemikian rupa sehingga bisa mengalokasikan anggaran untuk mendukung keberadaan aparat keamanan di daerahnya, sesuatu yang belum tentu ada di dalam perencanaan anggaran tahun sebelumnya,” paparnya dalam rilis yang diterima Selasa (8/6).
Berikutnya, rekomendasi umum yang diusulkan adalah operasi penegakan hukum terhadap para pelaku kekerasan KKB-KSB/TPN-OPM hendaknya berkoordinasi secara intensif dengan pemerintah daerah maupun para tokoh masyarakat setempat. Langkah tersebut ditujukan untuk menghindari jatuhnya korban dari masyarakat sipil yang tidak bersalah.
Meskipun pemerintah sudah menetapkan organisasi KKB-KSB ataupun TPN-OPM sebagai teroris, Bambang menekankan operasi penegakan hukum hendaknya tetap mendahulukan pendekatan persuasif dibarengi dengan pendekatan adat sesuai tradisi masyarakat setempat. Selain itu, otoritas keamanan di lapangan hendaknya tetap memberikan kesempatan kepada kepala daerah setempat untuk membangun komunikasi dan mempersuasi warga masyarakat yang mendukung KKB-KSB/TPN-OPM untuk sadar dan kembali mendukung NKRI.
Lalu, pemerintah daerah perlu didorong untuk menginisiasi atau mengaktifkan sistem keamanan kampung. Caranya dengan membentuk aparat keamanan kampung melibatkan tokoh masyarakat dan pemuda-pemudi setempat.
“Penerapan pendekatan keamanan hendaknya tetap dibarengi dengan proses-proses pendekatan kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat secara nyata, tidak berhenti pada kebijakan dan program semata,” imbuhnya.
Tak hanya itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah diharapkan bersinergi dan secara serius memberikan perhatian terhadap penanganan pengungsi yang jumlahnya terus tertambah seiring dengan meningkatnya eskalasi kekerasan di beberapa daerah.
Penulis: Ika
Foto: suarapapua.com