Pandemi Covid-19 telah menghentak dunia dan banyak pihak fokus untuk menghindari penyebaran makhluk nano tak kasat mata ini. Setidaknya, virus SARS-CoV-2 hingga Mei 2020 telah menjangkiti lebih dari 3 juta orang yang positif Covid-19 di seluruh dunia.
Di Indonesia terkait kasus ini menunjukkan fatality rate atau angka kematian infeksi SARS-CoV-2 relatif tinggi jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Hingga saat ini tercatat sebanyak lebih dari 12.000 kasus positif (PDP) dan lebih dari 800 diantaranya meninggal dunia.
Tidak hanya berdampak pada kesehatan, pandemi Covid-19 ini juga memaksa sejumlah negara menerapkan kebijakan yang berdampak besar bagi perekonomian rakyat dan kondisi sosial budaya di dalam negeri. Indonesia pun mengerahkan segala daya mulai dari hulu ke hilir, dari sektor ekonomi hingga kesehatan.
Kebijakan tersebut antara lain penerapan kebijakan work from home, physical distancing, hingga penerapan gaya hidup bersih dan sehat digalakkan dari tingkat keluarga, RT/RW, kecamatan, kabupaten, kota, provinsi hingga negara. Situasi sedemikian cepat berubah, dan ini membuat banyak pihak melakukan penyesuaian diri dan merasakan adanya kondisi baru dan asing terjadi di tengah hidup bermasyarakat.
“Apabila menilik dari status pandemi yang ditetapkan WHO pada Covid-19 ini kita dapat membayangkan betapa pada kehidupan kita sebelum ini merupakan kondisi yang sangat ideal bagi penyebaran dan perkembangbiakan virus,” ujar Prof. Apt, Edy Meiyanto, M.Si., PhD, Cancer Chemoprevention Research Center Fakultas Farmasi UGM, Jumat (8/5).
Munculnya Covid-19, menurutnya, telah menghadirkan perilaku baru di tengah masyarakat seperti tindakan sederhana mencuci tangan dengan sabun dan menggunakan masker menjadi hal yang tiba-tiba spesial. Kedua tindakan tersebut mungkin dianggap sebagai sesuatu yang asing di masa lalu.
Seolah-olah kebiasaan mencuci tangan menjadi suatu terobosan mutakhir yang terasa mewah. Hal ini menunjukkan betapa masyarakat di masa lalu tidak terbiasa berperilaku dengan gaya hidup bersih dan sehat.
“Sebelum Covid-19, orang tidak akan ambil pusing ketika harus bepergian atau berinteraksi dengan orang lain. Mungkin dianggap tidak umum melakukan cuci tangan selepas menggunakan atau menyentuh fasilitas umum,” terangnya.
Belum lagi soal etika batuk dan bersin yang benar. Hal ini mungkin dianggap berlebihan jika harus menggunakan masker di tempat-tempat umum, tapi hal tersebut kini menjadi hal biasa yang dilakukan dari tukang sapu, tukang becak, pedagang asongan, sampai para pejabat negara.
“Tanpa kecuali mereka pun kini ramai-ramai mengampanyekan perilaku hidup bersih dan sehat. Fenomena yang sama sekali baru bagi penduduk dunia pada abad ini,” jelasnya.
Berbagai perilaku baru ini ternyata justru menciptakan suatu kondisi normal yang baru. Pepatah every clouds had its silver lining sangat cocok menggambarkan situasi ini, bagaimana sisi terang pandemi Covid-19 menggiring masyarakat secara paksa terdidik untuk menerapkan gaya hidup sehat dan gaya hidup bersih tanpa terkecuali.
“Bagaimana memasak makanan sendiri menjadi lumrah. Menggunakan masker menjadi umum. Mencuci tangan sebelum makan menjadi kebiasaan. Orang menjadi lebih sadar untuk menjaga makanan dan memilah jenis makanan yang baik bagi kesehatan tubuh. Mereka bahkan secara sukarela menerapkan gaya hidup sehat dengan rutin berolahraga dan beristirahat cukup demi meningkatkan sistem pertahanan tubuh alami. Seolah-olah dengan adanya pandemi ini masyarakat justru menjadi lebih mawas dengan istilah-istilah kesehatan yang sebelumnya seringkali terabaikan, dianggap remeh, atau justru menjadi momok,” ucap Edy Meiyanto.
Meski tidak tahu kapan semua orang berharap pandemi ini segera berakhir. Sebab, orang sudah mulai jengah dengan berdiam diri di rumah dan mencari-cari alternatif aktivitas menunggu semuanya kembali normal.
Irfani Aura Salsabila, S.Farm menambahkan situasi sekarang ini menuntut untuk meredefinisi soal kondisi normal yang baru. Menurutnya, ini penting sebab di saat pandemi berakhir bukan berarti masyarakat dapat begitu saja kembali kepada pola kehidupan lama.
“Apakah tidak mubadzir menyia-nyiakan kebiasaan bagus yang sudah terlanjur terbentuk selama masa pandemi ini? Apabila pandemi berakhir, perlu diketahui bahwa virus-virus penyebab penyakit Covid-19 tidak berarti lenyap dari muka bumi. Justru akan timbul ketidakseimbangan alam semesta apabila virus dan bakteri lenyap dari muka bumi karena toh setiap makhluk di muka bumi pasti memiliki perannya sendiri dalam menjaga dinamisme harmoni kehidupan,” tuturnya.
Pada dasarnya bakteri dan virus, materi-materi mikron dan nano tak kasat mata tersebut sudah ada dari sejak dulu kala, dan akan terus ada sepanjang kehidupan alam semesta. Hanya karena ukurannya yang super kecil dan tidak tampak oleh penglihatan manusia bukan berarti ia lantas tidak ada.
“Diperlukan kesadaran bahwa kita tidak pernah aman dari risiko paparan infeksi virus maupun bakteri selama masih bersama hidup saling berdampingan di alam jagad raya yang sama,” tuturnya.
Oleh karena itu, untuk menjaga kehidupan manusia agar tetap lestari tentu tidak salah jika kondisi new normal yang telah berjalan selama ini tetap dijalankan dan dibentuk menjadi perilaku kebiasaan. Upaya mempertahankan ini tentunya akan menaikkan derajat kualitas kehidupan umat manusia secara berjamaah tanpa memandang status negara dan kondisi geografi.
Untuk itu, konsistensi menjadi kunci sehingga diperlukan komitmen untuk menjaga keberlangsungan hidup yang lebih baik bersama-sama. Semua unsur masyarakat yang kini juga telah melakukan adaptasi hidup bersih dan sehat perlu terus mengembangkannya dengan berbagai program dan kegiatan yang berkelanjutan.
Untuk menjaga keberlanjutannya tersebut tentu tidak cukup kiranya kalau hanya dibebankan begitu saja kepada masyarakat. Diperlukan pengembangan program untuk menjaga keseimbangan biotik (makhluk hidup) dan abiotik (kehidupan sosial ekonomi) yang saat ini sudah dirintis bersama, termasuk hubungan dan kepedulian sosial.
“Semua lembaga, misalnya pendidikan, sosial keagamaan, infrastruktur ekonomi, kesehatan, dan utamanya pemerintahan harus menyiapkannya dengan baik dalam menyambut kondisi pasca Covid-19 nanti agar terjaga harmoni kehidupan yang sehat dan produktif,” pungkasnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto: Alodokter.com