
Perlu diketahui, tidak semua orang yang terinfeksi bakteri Tuberkulosis (TBC) akan secara otomatis menderita sakit TBC. Mayoritas orang terinfeksi dapat membersihkan infeksinya sendiri. Sekitar 90%-nya adalah kelompok usia dewasa, dengan lebih banyak kasus adalah laki-laki dibanding perempuan. Namun salah satu tantangan utama dalam penanggulangan TBC adalah dalam hal diagnosis infeksi dan penyakit TBC, terlebih lagi pada keadaan koinfeksi dengan HIV.
“Tuberkulosis dan HIV merupakan masalah kesehatan di dunia dan terlebih di Indonesia dimana penanggulangannya memerlukan pemahaman dan pendekatan secara multidisiplin, klinis dan kesehatan masyarakat, serta mempertimbangkan aspek kemanusiaan,” kata Dosen Spesialis Penyakit FK-KMK UGM dalam Prof. dr. Yanri Wijayanti Subronto, PhD, SpPD-KPTI, FINASIM., dalam Pengukuhan Jabatan Guru Besar dalam Bidang Penyakit Tropik dan Infeksi, Selasa (25/2), di ruang Balai Senat UGM.
Dalam pidato pengukuhan yang berjudul “Tuberkulosis dan HIV: Tinjauan aspek klinis medis, Kesehatan masyarakat dan kemanusiaan”, Yanri mengatakan untuk saat ini cara diagnosis TB telah berkembang, antara lain GeneXpert M. tuberculosis/ resistance to Rifampicin (MTB/ RIF) atau Xpert MTB/ RIF Ultra Assay yang dapat menentukan ada tidaknya bakteri Tuberkulosis sekaligus menentukan adanya resistensi terhadap obat Rifampicin. “Tes ini direkomendasikan oleh WHO sebagai lini pertama penegakan diagnosis menggantikan pemeriksaan mikroskopis apusan sputum,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu cara pencegahan TBC pada pasien HIV adalah pemberian terapi pencegahan tuberkulosis atau sering disebut sebagai TPT yaitu memberikan kombinasi satu atau dua macam obat TBC kepada pasien HIV yang tidak sedang menderita penyakit TBC yang aktif. TPT diberikan antara 3 sampai 6 bulan tergantung dari jenis obat TPT yang diberikan, yaitu 3 bulan untuk obat INH + Rifapentin atau 6 bulan dengan obat INH. “Pemberian TPT diharapkan mencegah pasien HIV untuk muncul penyakit TBC, dan efek perlindungan dari TPT ini dapat mencapai 3-5 tahun,” ujarnya.
Yanri menegaskan, penyakit TBC dan HIV masih merupakan masalah dalam klinis medis, kesehatan masyarakat dan sistem Kesehatan, serta kemanusiaan karena masih adanya stigma dan marjinalisasi pada penderitanya. “Sudah saatnya kita lebih toleran, lebih tidak menghakimi, dan dapat memberikan layanan dengan pikiran dan hati yang terbuka,” tuturnya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto