
Pemerintah memastikan bahwa stok bahan pangan aman dan tercukupi selama Ramadhan hingga menjelang lebaran ini, apalagi produksi pangan nasional diperkirakan meningkat signifikan karena memasuki musim panen, sehingga ketersediaan bahan pangan seharusnya tidak menjadi masalah. Namun di beberapa tempat masih ditemukan beras yang dijual di atas harga eceran tertinggi (HET). Belum lagi harga komoditas pangan lainnya seperti cabai, daging sapi dan telur cenderung meningkat tajam karena tingginya permintaan sementara produksi belum mampu mencukupi kebutuhan konsumen.
Guru Besar Fakultas Teknologi Pertanian sekaligus pemerhati logistik pangan Prof. Dr. Kuncoro Harto Widodo, S.T.P., M.Eng., mengatakan ketidakstabilan harga pangan ini disebabkan terganggunya rantai pasok meski pemerintah telah melakukan kebijakan operasi pasar maupun kebijakan harga eceran tertinggi untuk pangan tertentu seperti beras. “Di semua tingkatan, pelaku dan penyedia rantai pasok pangan tersebut memiliki potensi kontribusi terhadap fluktuasi produksi, ketersediaan dan harga produk pangan,” katanya, Senin (10/3).
Meski pemerintah sudah membuat kebijakan untuk mengatasi ketidakpastian dan fluktuasi harga, melalui penyediaan cadangan pangan dan operasi pasar. Akan tetapi, kondisi sekarang ini menurutnya diperlukan perbaikan ekosistem rantai pasok pangan yang lebih baik. “Semua pihak yang merupakan stakeholders dari sistem rantai pasok pangan dari hulu sampai hilir ini seharusnya bisa lebih saling bersinergi,” katanya.
Pihak yang menurutnya perlu bersinergi yakni antar Kementerian dan Lembaga pemerintah, kerja sama antara pemerintah pusat dan daerah, begitu pula antar pemda serta antara pemerintah dengan swasta. “Kerja sama ini bisa mendorong ekosistem rantai pangan di level nasional dan daerah makin kuat,” tegasnya.
Rantai pasok di sektor hulu, kata Kuncoro, pemerintah perlu memastikan tingkat produksi pangan sesuai dengan target swasembada pangan. Sementara di tingkat hilir, pemerintah perlu memastikan semua kebutuhan bisa terpenuhi dengan mengandalkan produksi dan cadangan pangan. Namun semua itu tidak cukup, harus dibarengi dengan transparansi dan berbagi informasi yang semakin lebih baik, real time dan mudah diakses selama produksi, penyimpanan, dan distribusi pangan. “Dengan begitu, keberlanjutan serta kestabilan produksi, ketersediaan pangan dan kestabilan harga pangan bisa menjadi lebih baik dan stabil,” katanya.
Di sisi lain, Kuncoro juga menyoroti dampak bagi program Makan, Bergizi, Gratis juga ikut mempengaruhi tingkat kebutuhan dan persediaan pangan. Pasalnya program MBG tentunya hal ini berpotensi menambah problem yang sudah ada sebelumnya, terutama dari sisi ketersediaan dan kebutuhan komoditas pangan. “Program ini berlaku nasional, diprediksi akan sangat mempengaruhi profil kebutuhan dan ketersediaan pangan yang sudah ada sebelumnya dan berpotensi turut mempengaruhi fluktuasi harga yang terjadi,” pungkasnya.
Penulis : Kezia Dwina Nathania
Editor : Gusti Grehenson