
Era Industri 4.0 yang ditandai dengan perkembangan teknologi yang sangat begitu pesat, termasuk di bidang teknologi manufaktur. Namun, untuk dapat menjajaki kemajuan serupa dengan negara-negara maju, Indonesia perlu merumuskan strategi jangka panjang yang lebih terarah dalam pengembangan industri manufaktur. Penguasaan terhadap teknologi ini diharapkan mampu menjadi penggerak bagi kemandirian teknologi dan transformasi bangsa di masa depan.
Dosen Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik UGM Prof. Dr.Eng. Ir. Herianto, S.T., M.Eng., IPU., ASEAN Eng., mengatakan teknologi sistem manufaktur adiktif merupakan salah satu pilar Revolusi Industri 4.0 dengan diawali pembuatan desain digital menggunakan Computer-Aided Design (CAD) yang kemudian dikonversi menjadi instruksi mesin dalam bentuk G-code dan dikirim ke mesin 3D printing yang secara otomatis menjalankan proses manufaktur.
Dalam pidato pengukuhan dirinya sebagai Guru Besar dalam bidang sistem manufaktur adiktif, Herianto mengatakan Universitas Gadjah Mada telah mulai menggunakan teknologi 3D printing atau additive manufacturing ketika teknologi tersebut masih tergolong baru dan belum banyak diadopsi di Indonesia. Meskipun telah dimanfaatkan sejak saat itu, Herianto menuturkan bahwa penelitian saat itu lebih fokus terhadap pengenalan teknologi dan mulai secara intensif riset secara mendalam pada tahun 2017. “UGM memiliki keunggulan karena telah memulai lebih awal kegiatan penelitian yang berfokus pada bidang additive manufacturing yang bahkan telah digunakan secara luas oleh para dosen, peneliti, dan mahasiswa,” jelas Herianto, Selasa (24/6), di ruang Balai Senat UGM.
Teknologi additive manufacturing sejak 2014, telah digunakan secara intensif di Departemen Teknik Mesin dan Industri, Fakultas Teknik UGM, salah satunya untuk pengembangan robot rehabilitasi pasca-stroke. Lalu pada tahun 2016, tim peneliti membangun mesin 3D printing lokal yang kemudian melahirkan mesin HALTech. Bahkan, sudah ada penelitian terkait soft pneumatic actuator serta penelitian prediksi perkembangan teknologi 3D printing di Indonesia. “Tahun ini kita fokus pada arah strategis pengembangan teknologi additive manufacturing di dalam negeri,” tutur Herianto.
Melihat pesatnya perkembangan teknologi ini, Herianto menyebutkan bahwa penelitian ke depan diarahkan untuk pengembangan aplikasi lintas disiplin. Menurutnya, kolaborasi dengan Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FK-KMK) UGM dalam mendukung pengembangan produk bagi dokter spesialis jantung dan anatomi, serta dengan Fakultas Kedokteran Gigi (FKG) untuk mengembangkan dental phantom dan aplikasi 3D printing dalam bidang kedokteran gigi. Herianto menegaskan bahwa teknologi ini merupakan solusi strategis dalam peningkatan dan pengembangan industri nasional. Oleh karena itu, ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk turut serta dalam arus transformasi ini. “Melalui inisiatif ini, saya berharap bahwa additive manufacturing dapat berkontribusi secara luas di berbagai sektor dan memajukan Indonesia,” harapnya.
Penulis : Lintang Andwyna
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Donnie