
Forum Komunikasi Unit Kegiatan Mahasiswa (Forkom UKM) Universitas Gadjah Mada, baru saja menggelar acara Doa Lintas Iman, Kamis (11/9) pukul 19.00 WIB. Kegiatan ini berlangsung di Fasilitas Kerohanian UGM yang berlokasi di Jalan Podocarpus I, Sendowo, Sinduadi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
Acara Doa Lintas Iman diselenggarakan sebagai bentuk respons atas situasi bangsa yang belakangan ini tengah menghadapi situasi penuh dinamika pasca aksi demonstrasi. Melalui kegiatan ini, Forkom UKM UGM mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama mendoakan yang terbaik bagi bangsa Indonesia.
Ketua Forkom UKM UGM, Kobe, mengungkapkan bahwa selain turun ke jalan, kegiatan ini juga inisiatif dalam merespons situasi kekisruhan melalui cara-cara religius yakni doa lintas agama. “Di UGM sendiri terdapat sejumlah Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) di bidang kerohanian, sehingga kami merasa penting untuk menghadirkan respons melalui cara tersebut”, terang Kobe.
Lebih lanjut, doa bersama turut dihadiri oleh Sekretaris Universitas Gadjah Mada Dr. Andi Sandi Antonius, serta ketua komunitas dari masing-masing fasilitas kerohanian UGM. Hadir pula dukuh dan perangkat padukuhan Blimbingsari, keluarga besar Gelanggang Mahasiswa UGM, serta sejumlah mahasiswa secara umum.
Rangkaian acara dimulai dengan sambutan, kemudian dilanjutkan dengan prosesi penyalaan lilin dan doa bersama. Doa dipimpin secara bergiliran oleh empat tokoh lintas agama, dimulai dari agama Kristen oleh Pendeta Risang Anggoro, dilanjutkan oleh Ian Pasani dari agama Buddha, Joko Purwono dari agama Islam, dan ditutup oleh Romo Prasetyo dari agama Hindu.
Setelah pembacaan doa lintas agama selesai, acara dilanjutkan dengan prosesi simbolis pemotongan tumpeng. Pemotongan ini diwakili oleh sejumlah perwakilan, yakni para pemuka agama, dukuh, serta perwakilan dari mahasiswa. Simbolisasi pemotongan tumpeng tidak hanya melambangkan persatuan antar generasi, tetapi juga menggambarkan kesetaraan di antara seluruh lapisan masyarakat. “Simbolisasi pemotongan tumpeng tadi menggambarkan manunggalnya sivitas akademika, masyarakat, mahasiswa, dan keraton. Sekaligus menunjukkan estafet antargenerasi, dari mahasiswa, ke masyarakat, lalu ke keraton yang diibaratkan sebagai perwujudan negara. Artinya, kita semua bersatu padu demi menjaga keutuhan bangsa”, ujar Romo Prasetyo.
Tak lupa, Romo Prasetyo menyampaikan bahwa prosesi simbolis tidak berhenti pada pemotongan tumpeng semata, tetapi dilanjutkan dengan makan bersama dalam satu piring. Hal ini menjadi simbol bahwa seluruh elemen masyarakat hidup dan tumbuh dari tanah air yang sama, yakni Indonesia. “Saat makan dari satu piring, itu menggambarkan kita semua hidup dari satu tanah air, tanpa sekat, tanpa ego, tetap dengan unggah-ungguh (tata krama)”, ujarnya.
Lebih lanjut, bentuk tumpeng yang meruncing ke atas diibaratkan sebagai simbol Ketuhanan Yang Maha Esa. Bagian tengahnya merepresentasikan ilmu pengetahuan, sementara bagian dasarnya melambangkan agama serta norma-norma dalam kehidupan bermasyarakat. “Tumpeng itu simbol kerahayuan. Puncaknya Tuhan, di tengah ilmu pengetahuan, dasarnya agama dan masyarakat. Semua itu menyatu dan termuat dalam dasar-dasar pancasila”, tambah Prasetyo.
Melalui acara Doa Lintas Iman yang bertema “Ruwat Bumi: Manunggaling Manah Kagem Rahayuning Nagari” ini, kita diharapkan untuk bersama-sama memperkuat persatuan lintas iman, bergotong royong antargenerasi untuk saling menjaga keutuhan bangsa, dan mendoakan agar Indonesia segera pulih menjadi negeri yang damai, tentram, serta sejahtera. “Harapannya, bangsa ini bisa segera pulih, kembali damai dan tenteram. Melalui persatuan lintas iman dan antargenerasi, kita dapat menjaga keutuhan Indonesia agar menjadi negara yang gemah ripah loh jinawi. Yang terpenting, kedaulatan negeri ini bukan hanya tanggung jawab satu generasi, tetapi seluruh elemen harus terlibat dan bersatu”, tutup Romo Prasetyo.
Penulis : Alena
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Forkom UGM