Direktur Tata Ruang dan Pertanahan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Uke Muhammad Hussein, menyebutkan prioritas pembangunan nasional saat ini berfokus pada upaya mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjanjangan dan menjamin pemerataan.
“Penurunan ketimpangan antar wilayah menjadi salah satu isu strategis yang menjadi prioritas pembangunan nasional,” jelasnya, Sabtu (2/11) di Fakultas Geografi UGM.
Hadir sebagai pembicara kunci dalam Seminar Nasional Geografi III bertema Peran Keilmuan Geografi Dalam Agenda Pembangunan Nasional 2019-2024, Uke menyampaikan bahwa ketimpangan ekonomi masih menjadi tantangan bagi Indonesia. Angka ketimpangan antar wilayah masih sangat tinggi. Kemiskinan di kawasan timur Indonesia sebesar 18,01 persen, kawasan barat Indonesia 10,33 persen, dan perkotaan 7,02 persen. Sementara ketimpangan pendapatan perdesaan 0,324 dan perkotaan 0,4.
Isu strategis lainnya adalah penguatan pusat pertumbuhan wilayah. Uke mengatakan upaya penguatan pusat pertumbuhan wilayah sangat dibutuhkan mengingat tingkat keberhasilan pusat pertumbuhan baru yang rendah yakni 6 dari 12 kawasan ekonomi khusus (KEK), 4 dari 14 kawasan Industri (KI), 2 dari 4 kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB), serta 10 destinasi wisata.
“Konektivitas dari dan menuju pusat-pusat pertumbuhan masih lemah ditambah dengan kawasan strategis kabupaten yang belum berkembang,” tuturnya.
Pengelolaan urbanisasi juga masih menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah. Penduduk perkotaan diperkirakan akan mencapai 60 persen dan bonus demografi tahun 2030. Sementara kontribusi urbanisasi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional masih rendah.
“Di Indonesia 1 persenurbanisasi hanya menghasilkan 4 persen PDB, sementara di India menghasilkan 13 persen PDB,”jelasnya.
Uke menambahkan pemanfaatan ruang juga menyisakan persoalan yang masih belum diselesaikan. Konflik ruang semakin meningkat dari waktu ke waktu. Terdapat 15.525 kasus yang terjadi selama periode 2015-2018. Tak hanya itu, sekitar 20.000 desa dalam kawasan hutan dan perkebunan besar tidak dapat melaksanakan kewenangannya terutama untuk pembangunan infrastruktur.
Persoalan pemanfaatan ruang lain adalah kejadian bencana akibat pemanfaatan ruang yang belum sesuai semakin meningkat. Setidaknya ada 20.000 kasus banjir, longsor, kebakaran hutan dan lainnya.
“Isu strategis lainnya adalah terkait dengan pemenuhan pelayanan dasar dan peningkatan daya saing daerah,”imbuhnya.
Dalam kesempatan tersebut Uke turut menyampaikan tentang peranan geografi dalam perencanaan pembangunan. Keilmuan geografi berperan dalam menyajikan data ataupun infromasi dalam bentuk spasial. Selanjutnya melakukan analisis dengan menggunakan metodologi keruangan. Selain itu, juga mengelola data dan informasi spasial meliputi memproduksi, mengumpulkan, menganalisis, menyimpan, dan memutakhirkan.
Kendati begitu, terdapat sejumlah masalah dan tantangan yang dihadapi salah satunya adalah keterbatasan data spasial, seperti data dasar, tematik, dan skala. Untuk mengatasi persoalan itu dia mengatakan perlunya pengembangan metode alternatif yang memenuhi standar akurasi.
Permasalahan lainnya adalah keterbatasan sumber daya manusia baik produsen dan pengguna. Kuantitas, kualitas, serta persebaran sumber daya yang belum merata menjadikan pengembangan kemitraan antar berbagai pemangku kepentingan perlu diupayakan.
“Keterbatasan teknologi informasi, infrastruktur jaringan teknologi yang mahal juga masih jadi masalah yang dihadapai. Oleh sebab itu, menjadi tantangan kedepan untuk mengembangkan teknologi tepat guna,” terangnya. (Humas UGM/Ika)