![](https://ugm.ac.id/wp-content/uploads/2015/05/24051514324309951947863900-825x464.jpg)
Perubahan iklim telah memberikan dampak pada berbagai aspek kehidupan. Berbagai peristiwa seperti banjir, tanah longsor, dan kekeringan yang semakin sering terjadi banyak menimbulkan korban jiwa maupun kerugian ekonomi dan ekologi. Karenanya upaya adaptasi dan mitigasi dalam menghadapi perubahan iklim perlu menjadi arus utama dalam kebijakan pembangunan.
Hal tersebut disampaikan oleh Prof. Gabriel R. Kassenga, ahli lingkungan Ardhi University, Tanzania, Senin(25/5) di Fakultas Geografi UGM. Dalam kesempatan kegiatan International Guset Lecture tersebut Kassengan berbagai pengalaman terkait upaya adaptasi masyarakat di Kota Dar es Salaam, Tanzania dalam menghadapi perubahan iklim.
Kassenga menyampaikan salah satu langkah adaptasi perubahan iklim yang dilakukan penduduk Dar es Salaam adalah dengan melakukan pencarian sumber-sumber air bersih. Selain itu juga tidak sedikit masyarakat yang melakukan diversifikasi pertanian untuk meminimalisir risiko kegagalan panen karena banjir, kekeringan, dan faktor lainnya. “Masyarakat juga ada yang merubah aktivitas mata pencaharian dan melakukan penyesuaian kegiatan lain untuk menemukan sumber pendapatan yang berbeda,”ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan Kassenga bahwa kapasitas adaptasi rumah tangga diwilayah pinggiran kota terkait dengan keanekaragaman sumber pendapatan, modalitas dalam mengakses air, tanah dan sumber daya lainnya. Kebanyakan dari strategi adaptasi mandiri yang dilakukan masyarakat tergantung pada kehadiran karakteristik perkotaan dan pedesaan di daerah pinggiran kota. Adanya campuran karakteristik desa dan kota tersebut memungkinkan masyarakat untuk mengembangkan strategi mata pencaharian capuran “Mengkombinasikan praktik pedesaan-perkotaan dan formal-informal saling melengkapi serta mendukung satu sama lain,”paparnya.
Akses terhadap tanah dan air memainkan peran penting dalam pembentukan praktik adaptasi rumah tangga peri-urban. Sebagian besar masyarakat berupaya memenuhi kebutuhan air secara mandiri guna memenuhi kebutuhan rumah tangga dan pertanian.
“Mereka berupaya membuat lubang bor sendiri untuk mendapat air karena layanan pipa air minum yang ada mahal,”jelasnya.
Kassenga mengatakan berbagai upaya adaptasi semestinya dilakukan oleh seluruh masyarakat dunia yang memiliki kerentanan terhadap bencana akibat perubahan iklim. Langkah adaptasi yang dilakukan disesuaikan dengan kondisi dan tantangan masing-masing wilayah. Dengan pengembangan adaptasi tersebut diharapkan masyarakat akan lebih siap saat menghadapi bencana. (Humas UGM/Ika)