Bambu merupakan salah jenis tanaman yang telah lama digunakan masyarakat sebagai bahan bangunan. Strukturnya yang kuat dan lentur seringkali menjadikan bambu dipilih sebagai bahan konstruksi. Hanya saja, bambu rentan terhadap serangan cuaca maupun serangan hama sehingga umur pakai relatif pendek. Namun dengan sistem pengawetan, umur pakai bambu menjadi lebih lama.
Dosen Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Dr.Ir. M. Fauzie Siswanto,M.Sc., mengatakan terdapat pengawetan bambu dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara alami dan melalui penggunaan bahan kimia. Metode pengawetan secara alami seperti melakukan perendaman dalam air dan yang lainnya ditujukan untuk mengeluarkan zat-zat yang disukai oleh kumbang bubuk agar keluar dari bambu sehingga tidak bambu tidak akan diserang dan menjadi awet. Sementara sistem pengawetan kimiawi dilakukan dengan memasukkan zat kimia beracun dalam bambu untuk mencegah serangan rayap dan hewan lainnya. “Meskipun telah diberi perlakuan bahan kimia bambu yang tidak terlindungi kemungkinan akan mengalami penurunan kualitas baik kekuatan maupun keawetannya, meluruh karena cuaca dan faktor lingkungan yang lain,” katanya Rabu (27/5) saat melaksanakan ujian terbuka program doktor di Fakultas Teknik UGM.
Saat mempertahankan disertasi berjudul “Pengaruh Bahan Pengawet CCB4 Pada Kekuatan dan Keawetan Bambu Terpapar Eksterior dan Interior”, Fauzie menyampaikan bambu yang terpapar interior (terlindungi) dengan yang terpapar eksterior (tidak terlindung) memiliki kekuatan tarik yang berbeda. Bambu yang terlindungi mempunyai kekuatan tarik lebih tinggi dibanding yang tidak terlindung. Pengawetan dengan bahan CCB4 berpengaruh mengurangi kekuatan jeda kekuatan antara terpapar interor dan eksterior sehingga tidak terjadi perbedaan signifikan.
Disebutkan Fauzie pengawetan bambu dengan bahan CCB4 dengan konsentrasi berbeda berpengaruh pada kekuatan tarik bambu. Semakin besar kadar CCB4 yang digunakan, kuat tarik bambu juga semakin besar. Namun ada kecenderungan kekuatan menurun setelah usia peluruhan 6 bulan. Semakin lama usia peluruhan semakin menurun pula kekuatannya karena degradasi kekuatan akibat luruhnya zat-zat dalam bambu. “Untuk bambu terpapar interior kekuatan maksimum terjadi pada usia peluruhan 6 bulan dan cenderung menurun, sedangkan yang terpapar eksterior nilainya fluktuatif,” urai pria kelahiran Yogyakarta 58 tahun lalu ini.
Lebih lanjut dijelaskan Fauzie untuk bambu awet CCB 5% dan 10% terdapat perbedaan keawetan signifikan antara bambu terpapar interior dan eksterior. Bambu terpapar interior tergolong agak resisten, sedangkan yang terpapar eksterior tidak resisten terhadap serangan rayap kayu kering. Sementara bambu awet CCB4 15% tidak terdapat perbedaan keawetan siginifikan antara terpapar eksterior dan interior sehingga pengawetan termasuk berhasil. “Keduanya ada dalam kriteria hampir resisten terhadap serangan rayap kayu kering. Bamabu terpapar interior,tingkat mortalitas rayap umumnya mencapai nilai maksimum di usia peluruhan 6 bulan dan cenderung menurun,” paparnya. (Humas UGM/Ika)