
Dosen Fakultas Hukum UGM, Dr Jaka Triyana, SH, LLM., MS., menilai draft RUU Keamanan Nasional (Kamnas) yang tengah diusulkan ke pemerintah dan DPR apabila disahkan akan berpotensi mengembalikan dominasi negara dalam pengaturan keamanan nasional tanpa melibatkan partisipasi dan pemberdayaan warga untuk mewujudkan keamanan nasional.“RUU ini masih state minded, kewenangan negara begitu besar dalam menentukan kondisi keamanan nasional,” kata Jaka Triyana dalam Seminar RUU Kamnas di Hotel Sahid Yogyakarta, Kamis (19/11).
Jaka Triyana menilai meskipun tujuan awal RUU ini untuk melengkapi norma hukum dalam bidang pertahanan dan keamanan nasional, otorisasi pendefinisian situasi keamanan nasional berpotensi memberangus kebebasan berekspresi dan pembatasan hak asasi manusia.
Setelah membaca draft RUU Kamnas, Jaka Triyanan, berkesimpulan RUU ini tidak memenuhi tiga indikator soal kepentingan nasional, ketahanan nasional dan posisi Indonesia dalam bidang politik, ekonomi dam budaya. “Tiga indikator ini tidak dielaborasi dalam RUU ini. Bahkan, ada interpretasi yuridis formal yang kaku,” katanya.
Kehadiran RUU ini apabila tidak dicermati secara teliti akan mengakibatkan tumpang tindih dengan aturan perundang-undangan yang mengatur masalah keamanan dan pertahanan nasional, seperti TAP MPR mengenai pemisahan TNI dan Polri, UU tentang kepolisian, UU tentang pertahanan negara, dan UU tentang TNI. “Bisa berpotensi adanya bias hukum,” katanya.
Dalam draft RUU yang baru, kata Jaka, disebutkan akan terbentuknya Dewan Keamanan Nasional. Jaka khawatir pembentukan dewan semacam ini sebagai bentuk kompromi antara TNI dan POLRI. “Jika RUU ini arahnya ke sana, memfasilitasi kepentingan TNI dan Polri maka tidak akan menyelesaikan masalah,” kata pemerhati ketahanan nasional ini.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Prof Adrianus Meliala, mengatakan upaya pengajuan RUU Kamnas sudah berlangsung sejak 10 tahun lalu, namun sampai sekarang belum dibahas oleh pemerintah dan DPR. Adrianus menilai RUU Kamnas ini tidak krusial untuk disahkan menjadi Undang-undang karena kondisi keamanan RI selalu kondusif.
Sementara itu, pengamat militer dari Lembaga Imparsial, Al Araf, mengatakan RUU Kamnas tidak perlu ada tetapi pemerintah perlu mengajukan draft RUU Perbantuan sebagai ‘jembatan’ hubungan TNI dan Polri dalam mengatasi situasi darurat. “Pemerintah sebaiknya segera memasukkan agenda pembentukan UU Tugas Perbantuan ke dalam prolegnas daripada membahas RUU Keamanan Nasional,” ujarnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)