UGM menganugerahkan gelar Doctor Honoris Causa di bidang kedokteran, kesehatan masyarakat dan kemanusiaan kepada Dato’ Sri Prof. Dr. Tahir, MBA. Penganugerahan gelar doktor kehormatan diberikan karena Dato’ Sri Tahir dinilai memiliki perhatian dan komitmen tinggi untuk meningkatkan kesehatan dan kemanusiaan melalui filantropi.
Prof. Dr. dr. Hardyanto Soebono, Sp.KK (K) selaku promotor mengatakan gelar kehormatan diberikan karena Dato’ Sri Tahir dinilai berjasa dalam pengembangan pendidikan dan pengajaran dalam satu atau sekelompok bidang ilmu pengetahuan, teknologi dan sosial budaya, kemanusiaan dan kemasyarakatan. Jasa-jasa yang diberikan sangat bermanfaat bagi kemajuan, kemakmuran dan kesejahteraan bangsa dan negara khususnya serta umat manusia pada umumnya.
“Aktivitas filantropi penerima gelar doktor kehormatan mencakup bidang keilmuan yang sangat luas. Besarnya jasa beliau dalam mendorong mutu pelayanan kedokteran, kesehatan masyarakat dan kemanusiaan mendorong Fakultas Kedokteran mengusulkan Dato’ Sri Prof. Tahir, MBA,” kata Hardyanto Soebono dalam sambutannya di Balai Senat, Jum’at (22/1).
Di bidang kedokteran, kesehatan masyarakat dan kemanusiaan, menurut Hardyanto, Dato’ Sri Tahir memiliki kontribusi yang luar biasa, terutama dalam memerangi penyakit-penyakit, seperti HIV/AIDS, Tuberkulosis dan Malaria. Ketiga penyakit ini tidak saja merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menempati prioritas tinggi karena beban penyakit yang tinggi di Indonesia, namun juga membutuhkan tingkat pembiayaan yang sangat tinggi.
Komitmennya yang tinggi juga ditunjukkan pada program Keluarga Berencana sebagai faktor yang jika tidak dikendalikan akan melipatgandakan kompleksitas program kesehatan. Sementara itu, pembiyaan untuk menjalankan program-program kesehatan untuk memerangi HIV/AIDS, Tuberkolosis dan Malaria di Indonesia mendapat dukungan pendanaan dari the Global Fund.
“Melalui kegiatan filantropi, Dato’ Sri Tahir menunjukkan dedikasinya kepada negara ini dengan memberikan dana berimbang dengan Bill Gates, filantropis dunia, kepada the Global Fund. Dalam pelayanan kesehatan dan kemanusiaan, selain memperluas akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan melalui fasilitas pelayanan kesehatan rumah sakit, Dato’ Sri Tahir memberikan bantuan pengobatan penuh bagi penderita kanker anak dibawah 12 tahun yang tidak mampu secara ekonomi,” terang Hardyanto.
Dato’ Sri Tahir dalam pidato penganugerahan menyatakan budaya filantropi bukan budaya minta-meminta, namun merupakan budaya yang visioner, budaya transformasi ide-ide yang memiliki fokus untuk bersama-sama bekerja dengan ketulusan komitmen masing-masing pemangku dan pelaku. Karenanya, dalam perkembangan filantropi kedepan, kesan dan peran pemberi dan penerima diharapkan akan semakin mengecil dan melebur menjadi satu dalam peran pengembangan ide cemerlang secara bersama-sama.
Di abad ke-21 ini menurut Tahir terdapat kecenderungan pertumbuhan filantropi yang terjadi di Asia. Masyarakat Indonesia sebagai bagian dari masyarakat Asia, sudah saatnya menyiapkan diri mengelola kegiatan filantropi dengan baik.
Bagi Tahir ke depan filantropi layak berkembang menjadi budaya baru, yaitu budaya mengalihkan sumber daya atau aset dari satu generasi ke generasi berikutnya. Oleh karena itu, budaya yang memiliki kemiripan dengan tata kelola perusahaan ini harus memiliki beberapa kesiapan seperti tata kelola perusahaan yang berorientasi komersial pada umumnya.
“Filantropi bukan semata-mata untuk melaksanakan kewajiban yang “tax-deductable, kegiatan yang biayanya dapat mengurangi beban pajak, seperti CSR. Karenanya kedepan, perlu dikembangkan berbagai forum filantropi nasional, dimana kita berharap UGM dapat memimpin,” papar Chairmant Mayapada Group tersebut.
Sementara itu, Rektor UGM, Prof. Ir. Dwikorita Karnawati, M.Sc., Ph.D., memberikan apresiasi atas pemberian gelar doktor kehormatan untuk Dato’ Sri Tahir. Pemberian gelar doktor kehormatan di bidang kedokteran, kesehatan masyarakat dan kemanusiaan merupakan pemberian gelar yang ke-23, setelah sebelumnya sejumlah tokoh nasional pernah menerima gelar serupa. (Humas UGM/ Agung;foto: Budi H)