Prof. Ir. T. Yoyok Wahyu Subroto, M. Eng., Ph.D. resmi dikukuhkan sebagai guru besar bidang ilmu arsitektur. Pengukuhan tersebut dilaksanakan pada Selasa (11/7) di Balai Senat UGM. Di hadapan ratusan peserta, Prof. Yoyok menyampaikan pidato pengukuhannya berjudul “Sinergi Arsitektur dan Kearifan Budaya untuk Masa Depan Peradaban Nusantara.”
Yoyok mengawali pidatonya dengan penjelasan salah satu dari empat fase cara menghuni (living style) yaitu domestic architecture. Fase tersebut merujuk pada pengembangan eksperimental manusia dalam membangun bangunan hunian yang diwarnai oleh kompleksitas budaya dan pragmatisme struktur kegiatan manusia serta lingkungan alamnya secara spasial. Hal tersebut kemudian memengaruhi pengambangan teknik dan bentuk bangunan yang digunakan untuk mewujudkan ruang hunian yang sesuai karakter budaya setempat. Secara semantik elemen ruang hunian dan bangunan huniannya diekspreikan melalui simbol-simbol yang tertera di elemen bangunan huniannya.
Selanjutnya, Yoyok juga menjelaskan bahwa diskusi tentang arsitektur dan kearifan budaya di wilayah Nusantara pada akhirnya akan bermuara pada puncak-puncak karya budaya suku-suku bangsa. Ia menjelaskan bahwa secara keseluruhan ikatan budaya yang secara arsitektural disatukan oleh konsep ruang kosmologis telah membentuk bidang permukaan puncak budaya Nusantara.
“Hal tersebut sekaligus menyentuh permukaan peradaban Nusantara yang dibangun berdasarkan horizon peradaban terluas dari seluruh karya budaya manusia di Nusantara,” jelasnya.
Pada akhirnya, eksistensi karya budaya arsitektur memiliki potensi untuk mempertahankan sekaligus memperkokoh identitas dan kekhasan masyarakat pemilik kebudayaan. Hal tersebut sekaligus menegaskan keaslian yang dimiliki masyarakat. Potensi tersebut akan meneguhkan kekuatan masyarakat pemilik kebudayaan untuk tetap memiliki semangat dan antusiasme yang tinggi dalam mempertahankan eksistensinya.
“Pengembagnan karya arsitektur berbasis budaya tidak saja menciptakan pilar-pilar peradaban Nusantara, tetapi juga akan memperkokoh pilar-pilar peradaban itu sendiri,” jelas Yoyok.
Pada penutup pidatonya, Prof. Yoyok menyampaikan bahwa arsitektur melalui pengembangan ilmu antropologi arsitektur memiliki peran, fungsi, dan kekuatan luar biasa dalam memberikan kontribusi terhadap pilar peradaban Nusantara. Akan tetapi, untuk mencapainya setidaknya ada beberapa syarat. Syarat tersebut yakni kesadaran tinggi para arsitek terhadap pemahaman identitas dan autentisitas budaya. Syarat selanjutnya yaitu adanya inisiatif positif dari para arsitek menjadikan budaya sebagai basis dan orientasi ide. Selanjutnya syarat terakhir yakni adanya kesadaran dari masyarakat pemilik kebudayaan untuk secara konsisten mempertahankan kearifan budayanya dalam karya arsitektur.
“Jika ketiga hal tersebut dapat dicapai maka bukan mustahil bahwa peradaban Nusantara yang didukung ilmu antropologi arsitektur bukan sekadar utopia semata tetapi benar-benar dapat eksis,” pungkasnya. (Humas UGM/Catur;foto: Firsto)