Prof. Heddy Shri Ahimsa Putra, M.A. M.Phil., Ph.D mengatakan Desa Wisata telah menjadi salah satu tren pengembangan pariwisata di Indonesia. Tren ini merupakan respons terhadap motivasi baru dalam berwisata, terutama masyarakat barat.
Menurut Heddy Shri Ahimsa, wisata ini tidak lagi dilakukan dengan berombongan, cukup kelompok kecil atau individual. Mereka rata-rata berminat pada kehidupan sehari-hari, hal-hal yang unik dan bisa mendapatkan pengalaman baru yang berbeda.
“Kenyamanan akomodasi tidak lagi hal yang penting, asal bisa menginap di desa atau kampung. Desa Wisata ini mulai terlihat pada tahun 1980-an dan terus meningkat hingga kini,” ujarnya di Pusat Studi Pariwisata UGM, Senin (26/3) pada Seminar Desa Wisata: Mau Kemana?
Menurut Heddy Shri Ahimsa prinsip pengembangan desa wisata bukan sebagai yang terpisah-pisah, namun satu kesatuan (holistik). Sebab, tujuan utamanya adalah membangun desa wisata yang menyejahterakan winisatawan atau masyarakat yang diwisatai (dikunjungi).
“Jadi, wisata itu bukan hanya untuk kesenangannya wisatawan, tapi lebih penting lagi untuk kesejahteraan masyarakat yang diwisatai (dikunjungi). Ini perlu keberlanjutan agar kesejahteraan juga berkelanjutan,” tuturnya.
Heddy Shri Ahimsa menilai banyak kelemahan ditemui dalam pengembangan Desa Wisata selama ini. Banyak pihak belum menentukan tujuan utama pengembangan Desa Wisata.
Mereka pun tidak memandang berbagai pendekatan sebagai satu kesatuan dan tidak memaparkan asumsi-asumsi di balik masing-masing pendekatan. Selain itu, para pelaku desa wisata tidak menempatkan berbagai pendekatan dalam sebuah skala prioritas.
Adapun pendekatan dalam pengembangan Desa Wisata, antara lain pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism), pariwisata berbasis eko wisata (eco tourism) dan pariwisata berbasis komunitas (community-based). Pendekatan lainnya wisata berbasis budaya (culture-based), wisata berbasis good tourism governance, pariwisata berbasis kesesuaian supply and demand dan pengembangan wilayah (regional development).
“Mestinya membuat skala prioritas dari pendekatan yang ada. Urutan bisa disusun dengan asumsi bahwa setiap basis penting, meskipun bobotnya berbeda,” imbuhnya. (Humas UGM/ Agung)