Komisioner Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIB), Prof. Mahfud MD., mengatakan Indonesia bukanlah negara agama dan juga bukan negara sekuler, tetapi religious nation state atau negara kebangsaan yang berketuhanan.
“Salah satu sebutan yang tepat bagi Indonesia berdasar Pancasila adalah negara kebangsaan yang berketuhanan, bukan negara agama,” tegasnya Kamis (23/8) di Balai Senat UGM.
Menjadi salah satu pembicara dalam Kongres Pancasila X yang diselenggarakan oleh UGM tersebut Mahfud menyebutkan Indonesia bukan negara agama sebab negara agama hanya memberlakukan hukum satu agama dalam hukum negara. Bukan pula negara sekuler karena karena negara sekuler memisahkan sepenuhnya urusan negara dengan urusan agama.
“Indonesia bukan negara agama bukan pula negara sekuler, tetapi bangsa berketuhanan,” jelasnya.
Mahfud mengatakan keimanan pada Tuhan dilembagakan dalam bentuk agama-agama. Agama disini mengatur tata kehidupan manusia yang juga dapat berbentuk hukum-hukum. Indonesia sebagai religious nation state tidak memberlakukan hukum agama tertentu, bukan juga hukum Islam sebagai agama mayoritas yang dianut masyarakatnya.
Dijelaskan Mahfud, Indonesia tidak mendasarkan diri pada satu agama, tetapi melindungi pemeluk agama-agama untuk melaksanakan ajaran agama sebagai hak asasi manusia.
“Jadi, negara bukan memberlakukan hukum agama melainkan memproteksi ketaatan warga negara yang ingin menjalankan ajaran agamanya,”katanya.
Dalam sesi kedua Kongres Pancasila X tersebut turut mengundang sejarawan, Dr. Anhar Gonggong, dan Guru Besar Fisipol UGM, Prof. Purwo Santoso sebagai pembicara.
Anhar Gonggong banyak menyoroti tentang posisi Pancasila sebagai alat kritik yang semakin terlupakan. Menurutnya, selama ini masyarakat memahami Pancasila hanya sebagai dasar negara dan alat pemersatu bangsa.
“Pancasila sebagai dasar negara dan alat pemersatu itu memang seharusnya. Namun, dalam menghadapi arus internal dan eksternal kita melupakan salah satu fungsi utama Pancasila yakni sebagai alat kritik,” tandasnya.
Padahal, Pancasila dapat menjadi alat kritik dalam menghadapi beragam persoalan internal bangsa. Bahkan, tantangan arus globalisasi yang berlangsung begitu deras.
“Persoalannya apakah Indonesia dengan Pancasilanya hanya akan mengikuti arus untuk kemudian terhempas. Tidakkah Pancasila bisa menjadi alat kritik untuk menghadapi itu?,”ujarnya.
Sementara itu, Purwo Santoso menyampaikan materi tentang keselarasan agama dengan nilai Pancasila. Menurutnya, dengan membuka peluang bagi masing-masing agama akan mewujdkan inklusivitas agama. Hal ini menjadi solusi tepat terhadap keragaman agama di Indonesia. (Humas UGM/Ika: foto:Firsto)