Foreign Policy Community of Indonesia (FCPI) bekerja sama dengan Amnesty International Indonesia menyelenggarakan Diskusi Publik pada Rabu (20/11) di Auditorium Lantai 4 FISIPOL UGM. Topik yang diangkat dalam diskusi kali ini ialah “Refleksi Gerakan Perlawanan ‘Reformasi Dikorupsi’ terhadap Keanggotaan Indonesia dalam Dewan HAM PBB”.
Pembicara yang diundang untuk diskusi ini ialah Papang Hidayat (Peneliti Amnesty International Indonesia), Yunizar Adiputra (Dosen HI UGM), Obed Kresna (Presma UGM 2018), Moh. Hikari Ersada (Aktivis Gejayan Memanggil).
Farid Angkasa Mukti, Ketua FPCI cabang UGM, mengungkapkan bahwa banyak isu HAM belum terselesaikan di Indonesia. Beberapa diantaranya terkait dengan kekerasan oleh aparat saat pergerakan “Reformasi Dikorupsi” yang terjadi di berbagai daerah Indonesia lalu. Hal tersebut menyebabkan 5 korban tewas, serta ratusan korban luka-luka.
Belum lagi, Farid menyebut masih banyak peristiwa lain yang menyebabkan jatuhnya korban manusia di Indonesia, seperti bentrokan di Papua. Semua peristiwa tersebut bisa dibilang sebagai pelanggaran HAM oleh aparat Indonesia. Hal itu karena apa yang dilakukan oleh para demonstran di berbagai peristiwa tersebut adalah menuntut haknya, tapi mengalami represi hingga kehilangan haknya, utamanya hak untuk hidup.
Di sisi lain, Farid menyebutkan bahwa Indonesia kini baru saja bergabung menjadi salah satu anggota Dewan HAM PBB pada Oktober lalu. Indonesia terpilih setelah mengantongi 174 suara. Tugas dari Dewan HAM PBB ini sendiri adalah untuk mempromosikan dan melindungi HAM di seluruh dunia.
Dengan hal tersebut, menurut Farid, sebuah kontradiksi muncul untuk Indonesia yang terangkum dalam pertanyaan yang menjadi rumusan masalah diskusi ini. Hal tersebut yakni bagaimana Indonesia bisa menjadi Dewan HAM PBB jika dalam tubuhnya masih banyak permasalahan HAM yang belum terselesaikan ?
Farid kemudian bercerita bahwa aksi “Reformasi Dikorupsi” tadi sebenarnya juga berlangsung di Yogyakarta dengan mengambil nama “Gejayan Memanggil”. Namun, tidak seperti di daerah lain yang berakhir dengan bentrokan antara aparat dengan para demonstran, aksi ini berjalan damai.
Anomali dari aksi Gejayan Memanggil tadi juga menjadi salah satu rumusan untuk merefleksikan apa keseluruhan aksi lain yang terjadi di Indonesia kenapa bisa sampai berakhir dengan kekerasan hingga menimbulkan korban. “Utamanya hal tersebut karena ada isu keterlibatan aparat untuk memancing keributan,” tekan Farid.
Farid berharap agar dengan adanya diskusi ini permasalahan tadi menjadi sorotan untuk kemudian dapat diselesaikan oleh pemerintah Indonesia. “Kami harap permasalahan HAM ini akan segera terselesaikan, tidak hanya untuk yang terjadi belakangan ini saja. Namun yang terjadi sejak 65, semasa orde baru, maupun setelahnya pula,” pungkasnya. (Humas UGM/Hakam)