Pemerintah baru-baru ini menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertamax hingga 30 persen per 1 April lalu. Kebijakan menaikkan harga Pertamax ini dalam rangka menekan angka subsidi BBM di tengah lonjakan harga minyak dunia sepanjang tahun ini. Namun demikian, kenaikan harga BBM ini menambah daftar panjang kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat setelah sebelumnya harga minyak goreng naik drastis. Kenaikan harga pangan, BBM dan minyak goreng praktis menambah beban ekonomi masyarakat kecil yang selama ini terkena imbas pandemi. Belum lagi ada rencana pemerintah untuk menaikkan tarif daya listrik untuk konsumen non subsidi.
Pengamat ekonomi FEB UGM, Akhmad Akbar Susamto, Ph.D., menyarankan agar pemerintah tidak menaikkan harga Pertalite, solar dan tarif listrik untuk menjaga kelangsungan ekonomi masyarakat bisa bertahan di tengah pandemi.”Pemerintah harus menjaga agar harga Pertalite, solar dan tarif dasar listrik tidak naik. Kenaikan harga Pertalite, solar dan TDL tersebut akan berdampak besar bagi masyarakat secara langsung dan tidak langsung melalui inflasi,” kata Akbar, Selasa (20/4).
Apabila tetap dilakukan, misalnya, kata Akbar tidak menutup kemungkinan pemerintah akan menuai protes keras dari masyarakat. “Di luar itu, juga ada risiko sosial berupa ketidakpuasan masyarakat, protes, demonstrasi dan sebagainya jika harga Pertalite, solar dan TDL benar-benar dinaikkan,” paparnya.
Namun demikian, adanya kebijakan kenaikan harga minyak goreng dan Pertamax, pemerintah mau tidak mau harus menanggung subsidi yang lebih besar. “Tapi beban subsidi tambahan ini masih bisa diterima dibandingkan dampak negatif kenaikan harga. Dan lagi, pemerintah sebenarnya juga sedang menikmati windfall penerimaan tambahan dari kenaikan harga-harga komoditas,” pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Koleksi Pertamina.com