Pembangunan ruang perkotaan di Indonesia sebaiknya tidak hanya memperindah kota secara fisik, namun juga memperhatikan aspek kesehatan bagi warganya baik secara fisik, mental dan kesehatan sosial. Untuk itu kebijakan perencanaan pembangunan diarahkan dengan membuat suasana kota yang lingkungannya sehat dan asri dengan memperbanyak jalan untuk pedestrian, mengurangi volume kendaraan, menyediakan fasilitas olahraga serta menyiapkan sarana dan prasarana untuk transportasi publik. Hal itu dikemukakan oleh Tim Ahli Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr. Sany Roychansyah, dalam webinar yang bertajuk Transportasi dan Perwujudan Kota sehat, Kamis (21/4).
Sany menyebutkan pembangunan kesehatan secara utuh baik fisik, mental dan sosial akan menjadi target tujuan pembangunan kota untuk ruang kota dan wilayah. Sedangkan sarana transportasi sebagai penghubung manusia dalam berkegiatan dan yang menjadi fundamental dalam memberikan arahan yang kontributif dalam perwujudannya. “Mewujudan kota yang sehat itu dimana semua individu untuk saling mendukung dalam menjalankan semua fungsi kehidupan dan mengembangkan potensi mereka,” katanya.
Dosen Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan, Fakultas Teknik UGM ini menambahkan pembangunan kesehatan perkotaan tidak hanya dilihat dari sisi kesehatan fisik semata, namun dari kesehatan mental dan sosial kemasyarakatan.”Bagaimanan bisa mewujudkan masyarakat yang hidup rukun, saling mendukung sesama untuk maju bersama. Ini dampaknya sangat luas. Karenanya melabeli sebuah kota sehat bukan kesehatan fisik tapi dari sisi kesehatan mental dan sosial,” paparnya.
Ia menyebutkan indikator penilaian dalam pembangunan kota yang sehat ditentukan dari sisi lingkungan fisik dengan persentase 10 persen, lalu faktor sosial dan ekonomi memengaruhi hingga 40 persen, perilaku hidup sehat sekitar 30 persen dan fasilitas layanan kesehatan 20 persen.
“Indikator kota sehat selalu diukur dari status kesehatan, faktor risiko, lingkup layanan dan sistem kesehatan. Memang tidak dipungkiri pengukuran individu dalam hal ini indikator kesehatan lebih banyak dari bidang ilmu kesehatan. Tapi orientasi kota sehat juga perlu ditinjau pada karakteristik sosial, perencanaan spasial, kebijakan dan budaya,” jelasnya.
Untuk memperkuat pembangunan kota yang sehat perlu mempertimbangakan kesehatan dalam perencanaan transportasi untuk mereduksi angka obesitas warga, mengurangi emisi kendaraan, mempromosikan kendaraan ramah lingkungan sehingga masyarakat kita bisa hidup sehat. Ia menambahkan sektor transportasi bisa berpengaruh pada apa yang lakukan untuk mendukung konsep kota 15 menit dimana fasilitas kota bisa diakses dalam waktu singkat 15 menit. “Selain transportasi publik, jalur transportasi kota diarahkan ke pedestrian, ada zero carbon city, car free city, untuk mengurangi angka kendaraan dalam kota dan sebagainya. Lalu, fasilitas olahraga di perkotaan juga perlu diperbanyak lewat konsep sport city,” katanya.
Selain itu, kriteria penilaian kota sehat ke depan menurutnya perlu menekankan pada pendekatan pada pengutamaan akses, mobilitas dan juga transportasi ramah kesehatan.
Penulis : Gusti Grehenson