Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada akan membangun pusat laboratorium biodiversitas Indonesia untuk melestarikan genetik tanaman dan fauna langka di Indonesia yang sekarang hampir terancam punah. Beberapa sumber genetik yang nantinya akan dilestarikan yakni sumber hewan komodo, burung cendrawasih, bunga raflesia dan beragam flora dan fauna endemik yang ada di Indonesia. Hal itu disampaikan oleh Dekan Fakultas Biologi UGM, Prof. Dr. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc., di sela-sela kegiatan peletakan batu pertama pembangunan laboratorium Moeso Suryowinoto Indonesia Biodiversity Center (MSIBC) pada pembukaan rangkaian Dies ke-68 Fakultas Biologi UGM Jumat (10/3) di selasar kampus Biologi Universitas Gadjah Mada.
Kepada wartawan, Budi Daryono menegaskan pembangunan laboratorium ini akan selesai dalam waktu 5-6 bulan yang akan diresmikan pada puncak upacara Dies Biologi UGM pada 19 September mendatang. Bangunan tiga lantai ini menurut Budi akan menggunakan teknologi biometrik dan kultur jaringan. Pemanfaatan teknologi kultur jaringan menurut Budi sudah diterapkan dalam pelestarian berbagai jenis anggrek asli Indonesia. “Unutk anggrek sendiri sudah diteliti lebih dari 40 tahun, sekarang ini banyak biodiversitas flora dan fauna termasuk mikroba dan virus, berbagai flora dan fauna endemik bagi indonesia akan kita teliti,” katanya.
Soal gedung laboratorium biodoiversitas ini, kata Budi, terdiri atas banguna tiga lantai dengan ukuran 30 x 12 meter persegi dengan desain gedung menyerupai biji anggrek. “Dibuat dan didesain sebagai bangunan ikonik berasal dari struktur biji anggrek. Kita juga bekerja sama dengan perusahaan metaverse untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga gedung ini nantinya bisa digunakan untuk riset, kerja sama kolaborasi dan sinergi,” jelasnya.
Terkait penamaan laboratorium yang menggunakan nama Profesor Moeso Suryowinoto menurut Budi Daryono sebagai salah satu bentuk penghargaan dari fakultas Biologi kepada Prof Moeso yang telah mendedikasikan hidupnya dalam pengembangan fakultas dan pelestarian anggrek di Indonesia pada era tahun 1970-an. “Kita membangun lab ini di atas lahan bekas bangunan laboratorium kultur jaringan yang didirikan Prof Moeso dulu dengan menggunakan uang pribadi. Kita ingin mengenang jasa beliau beliau lewat nama bangunan ini,” katanya.
Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengembangan Usaha dan Kerja Sama UGM, Ignatius Susatyo Wijoyo, MM., mengapresiasi dimulainya pembangunan gedung laboratorium untuk riset biodiversitas dimana nama gedungnya menggunakan nama Prof Moeso yang sudah dikenal dulunya sebagai peneliti dan pemerhati tanaman anggrek di Indonesia. “Prof Moeso dikenal sebagai bapak anggrek dan sekarang ini diteruskan oleh Prof Endang, kita bisa sebutkan sebagai ibundanya anggrek Indonesia,” jelasnya.
Dalam kesempatan itu, Ignatius menuturkan bahwa bangsa Indonesia patut berbangga jika hingga saat ini negara kita masih memiliki kekayaan hayati yang berlimpah di tengah keanekaragaman hayati global yang terus mengalami degradasi.
“Sekitar satu juta spesies tumbuhan terancam punah dan begitu juga dengan biota laut karena eksploitasi, polusi dan akibat konservasi lahan tidak terkendali,” jelasnya.
Seperti diketahui, menandai dimulainya pembangunan laboratorium MSIBC ini ditandai dengan peletakan batu pertama oleh Ignatius Susatyo Wijoyo sebagai anggota pimpinan universitas bersama dengan Budi Daryono selaku Dekan Fakultas Biologi yang disaksikan oleh keluarga besar alm Prof. Moeso. Sedangkan pada pembukaan rangkaian kegiatan Dies Natalis Biologi ke-68 ditandai dengan pelepasan burung merpati sebanyak 8 ekor dan senam bersama yang diikuti para dosen, tenaga pendidikan dan mahasiswa.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : Donnie Tristan