YOGYAKARTA – Keberadaan masyarakat adat dan segala persoalan yang dihadapinya belum banyak mendapat ruang dalam porsi pemberitaan di media massa. Akibatnya eksistensi, identitas, dan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat ini tidak terekspos dengan baik sehingga sering tidak mendapat perhatian dan solusi pemerintah. Oleh karena itu, media massa diharapkan bisa berperan untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan mereka sekaligus menyebarluaskan informasi tanpa adanya tendensi apapun.
Antropolog UGM, Prof. Dr. PM Laksono mengatakan kehidupan masyarakat adat memang kurang bisa memanfaatkan media sebagai perantara mereka untuk bisa terhubung dengan masyarakat luar dan mengenal antar suku atau bahkan mengidentifikasi indentitas mereka sendiri. “Pada hakikatnya orang-orang pedalaman ini juga berhak menunjukan eksistensi diri agar permasalahan-permasalahan yang ada dapat ter-blow up sehingga mendapat solusi dari pemerintah, karena mereka juga memiliki hak demokrasi,” kata Laksono dalam acara workshop Media, Indigenous People and Democratic Movement di Ruang Dekanat Fisipol UGM, Selasa (3/3).
Laksono menilai, media di daerah lebih condong cenderung mengekspos segala sesuatu yang terjadi didaerah-daerah perkotaan dengan isu-isu besar seperti misalnya bidang politik dan pemerintahan. “Tidak dapat dipungkiri bahwa media-media tersebut juga memiliki kepentingan-kepentingan tertentu,” ungkapnya.
Sosiolog UGM Drs. Lambang Trijono, M.A menyatakan ada kecenderungan munculnya gerakan sosial politik orang-orang asli daerah selama ini menunjukkan gerakan mereka semakin menguat sejalan dengan semakin banyaknya pendatang masuk ke daerahnya. “Heterogenitas atau pluralitas sosial berkembang di sekitarnya membuat mereka terancam di tanah kelahirannya, terangnya.
Meski demikian, kata Lambang, gerakan masyarakat adat ini masih terbatas pada lingkup komunitas masing-masing, berkaitan dengan isu-isu khusus dihadapi dan belum terhubung dengan gerakan orang-orang penduduk asli dari daerah lain.
Selain itu, berbagai konflik yang muncul di tingkat masyarakat adat kata Lambang disebabkan oleh faktor agama dan perebutan lahan. Bagi masyarakat pedalaman, lahan adalah tempat mereka hidup dimana seharusnya dijaga dan dirawat bersama-sama. Sementara bagi masyarakat pendatang atau pengusaha, kepemilikan tanah harus menunjukkan sertifikat kepemilikan agar dapat dikuasai sebagai kepunyaan pribadi dan dapat diperebutkan secara hukum. (Humas UGM/Anggun)