Keluarga Alumni Teknik Gadjah Mada (KATGAMA) mampu memberikan kontribusi positif pembangunan balai warga yang diserahkan kepada masyarakat Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur Jawa Barat. Hal ini adalah salah satu program KATGAMA dengan program sosial Indonesia Bangkit yang merupakan kepedulian terhadap masyarakat terdampak bencana. Bantuan yang diberikan diharapkan bisa berkelanjutan dan bermanfaat dalam jangka waktu yang panjang. Pemilihan lokasi tersebut dikarenakan pernah terjadi gempa yang berpusat 10 km arah barat daya dari Kabupaten Cianjur dengan kedalaman gempa sekitar 10 km. Dampaknya adalah ribuan rumah rusak dan terjadinya longsor yang mengganggu akses lalu lintas.
Prof. Dr. Ing. Eugenius Pradipto sebagai arsitek utama balai warga mengungkapkan dengan keterbatasan dana maka material yang dipilih didominasi oleh bambu. Karena jika dibandingkan dengan bangunan-bangunan permanen selisih harganya jauh sekali. Bale bambu diharapkan bisa digunakan dalam jangka waktu kurang lebih selama 5 tahun dan diharapkan selama kurun waktu tersebut KATGAMA dapat mengisinya dengan beberapa program sosial kemasyarakatan. Program sosial bisa dengan penelitian untuk bangunan bale bambu, pos kegiatan desa, dan pelatihan serta penataran. Pelatihan yang bisa dilakukan adalah pembuatan sumur yang biasanya di Jogja disebut dengan suntik sumur. Karena di daerah ini ada permasalahan masalah air yaitu sumur yang ada tidak menggunakan beton atau batu, tetapi dengan tanah yang langsung digali. Akibatnya jika terjadi apa-apa akan runtuh misalnya seperti kejadian gempa yang mengakibatkan semua sumur kering.
Bale bambu mempunyai ukuran 14x10m yang dilengkapi dengan ruang tunggal sebagai tempat masyarakat beraktifitas bersama. Material penyusunnya sangat didominasi oleh bambu dengan beberapa inovasi dari Prof. Dr. Ing Eugenius Pradipto yang telah dipatenkan yaitu umpak berongga, lantai bambu modular, dan penutup atap bambu modular. Umpak berongga mampu mencegah air masuk ke dasar struktur bambu sehingga lebih awet karena pelapukan berlangsung lambat. Penutup atap dan lantai bambu modular memberikan fleksibilitas dan kecepatan dari segi konstruksi sehingga sangat relevan untuk kondisi darurat. Lantai dan struktur bagian bawah diangkat dari tanah sehingga aman dari rayap dan nyaman digunakan walaupun tanah basah.
Prof. Dr. Ing Eugenius Pradipto berharap bisa mengajak dari fakultas lain untuk mengisi kegiatan sosial di Desa Talaga, Kecamatan Cugenang, Kabupaten Cianjur Jawa Barat.
“Saya mempunyai sistem blok sirap yang bisa mengubah atau memperpanjang usia pakai. Jika bisa digunakan selama 10 tahun maka bisa ditingkatkan menjadi 20 tahun. Karena saya mempunyai sistem konstruksinya yang bolak-balik. Keunggulannya adalah sirap yang terlihat hanya sepertiga dengan dua pertiganya tertutup di bawah lapisan yang ada di atasnya. Sehingga jika bagian sepertiganya dimakan usia sampai 10 tahun, maka akan dibalik atau diputar secara bergantian. Jadi kita bisa bersaing dengan produk genteng dari pabrik dan tentunya sangat murah tidak menggunakan pelapis dari plafon,” tutupnya.
Penulis: Rifai