Kehidupan manusia sehari-hari tidak dapat lepas dari peran psikologi sebagai kajian ilmiah mengenai perilaku dan proses mental. Kajian psikologi yang lekat dengan keseharian ini menjadikan informasi mengenai psikologi yang beredar di masyarakat menjadi hal yang seringkali dipercaya oleh masyarakat umum.
Setiap hari media massa, siaran televisi dan film serta internet memberikan informasi beragam hal kepada masyarakat mengenai tema-tema psikologi. Meski demikian, ternyata media tidak selalu memberikan informasi yang tepat.
Media seringkali menyampaikan beberapa miskonsepsi populer, misalnya amnesia retrograde total dapat terjadi melalui benturan di kepala atau adanya kekuatan paranormal seperti Extra Sensory Perception (ESP). Miskonsepsi tersebut sering diulang-ulang sehingga menjadi sesuatu yang tidak asing dan menimbulkan kesalahan asumsi. Kesalahan asumsi tersebut membuat setiap orang merasa mereka mengetahuinya, dan memercayainya sebagai kebenaran karena terlihat seperti logis dan masuk akal.
Dalam pandangan Heru Astikasari Setya Murti, S.Psi., M.A kondisi ini menyebabkan beredarnya sejumlah besar informasi yang tidak akurat dan menimbulkan terjadinya penyebaran miskonsepsi psikologi, terlebih lagi di era serba digital. Era yang mempermudah penyebaran informasi yang sebenarnya keliru.
“Perkembangan media sosial membuat orang menyebarkan begitu saja informasi yang mereka dapatkan dan menyebarkannya tanpa terlebih dahulu mengecek kebenaran fakta, dan seringkali media sosial menjadi sarana untuk propaganda dan transisi informasi yang keliru,” ujarnya di Fakultas Psikologi UGM, Selasa (25/7).
Oleh karena itu, menurutnya, sangat penting memahami paparan informasi tanpa disertai dengan pemahaman yang tepat akan mengarahkan pada ketersesatan dan miskonsepsi. Terlepas dari kondisi masyarakat yang memercayai miskonsepsi mengenai psikologi, di bidang psikologi sendiri, miskonsepsi menyebar seperti halnya informasi yang akurat.
Heru Astikasari Setya Murti mengatakan itu saat menempuh ujian terbuka Program Doktor Ilmu Psikologi, Fakultas Psikologi UGM. Di hadapan tim penguji, promovenda yang dosen Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga dalam ujiannya mempertahankan disertasi Peran Berpikir Kritis dan Inhibisi Kognitif Pada Miskonsepsi Psikologi.
Disebutnya penelitian yang ia lakukan bertujuan untuk mengetahui peran berpikir kritis melalui instruksi berpikir kritis yang terintegrasi dengan refutation text dalam mereduksi miskonsepsi psikologi dan mempertimbangkan inhibisi kognitif sebagai moderator. Sekaligus mencoba mengembangkan media pengajaran instruksi berpikir kritis yang diintegrasikan dengan refutation text dalam bentuk serious game.
“Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen Between Subject Design dengan desain The Basic Randomized Design Comparing Two Treatments,” ucapnya.
Astikasari menjelaskan partisipan penelitian adalah para mahasiswa Fakultas Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana yang berjumlah 67 mahasiswa dengan rentang usia 18-22 tahun (M=19,6; SD=1,244). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan miskonsepsi psikologi antara kelompok perlakuan 1 (IBKT) dengan kelompok perlakuan 2 (IBK) (t(65)=0,229; p>0,05).
Hasil penelitian memperlihatkan perlakuan instruksi berpikir kritis menggunakan serious game yang terintegrasi dengan refutation text (IBKT) terhadap miskonsepsi psikologi memberikan hasil yang relatif tidak berbeda dengan instruksi berpikir kritis tanpa refutation text (IBK). Ini berarti bahwa berpikir kritis yang diberikan melalui instruksi berpikir kritis secara mandiri maupun yang terintegrasi dengan refutation text memberikan pengaruh yang serupa terhadap hasil miskonsepsi psikologi.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa inhibisi kognitif dapat menjadi moderator baik pada kelompok perlakuan 1 (IBKT) maupun pada kelompok perlakuan 2 (IBK). ). Pada kelompok perlakuan 1 (IBKT) inhibisi kognitif menjadi moderator dengan arah positif, sementara pada kelompok perlakuan 2 (IBK) inhibisi kognitif menjadi moderator dengan arah negatif.
“Sebagai implikasinya, IBKT dan IBK dalam serious game dapat menjadi metode pembelajaran berpikir kritis untuk mengurangi miskonsepsi psikologi,” paparnya.
Berdasarkan hasil implementasi serious game, Serious Game Berpikir Kritis yang dibuat dalam penelitian ini dapat menstimulasi berpikir kritis sehingga pengembangan lebih lanjut dari game untuk meningkatkan berpikir kritis dalam pendidikan. Itu dapat dilakukan bagi mahasiswa karena mahasiswa dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis dan menggunakan inhibisi kognitifnya agar dapat mengurangi miskonsepsi yang dipegangnya.
Secara lebih khusus, bagi pengampu mata kuliah di bidang Psikologi dapat lebih mencermati keberadaan miskonsepsi Psikologi dan menerapkan upaya-upaya untuk mengatasinya. Salah satu bentuknya adalah dengan menggunakan refutation text untuk mengurangi miskonsepsi yang dialami mahasiswa.
“Saya kira proses yang sudah dilakukan dalam penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi suatu model pembelajaran,” ungkapnya.
Penulis : Agung Nugroho