Lahirnya UU No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan merupakan upaya pemerintah mencoba menjawab tantangan dunia kesehatan yang semakin kompleks. Semisal masalah zoonosis yang terjadi pada masa pandemi Covid 19 lalu, pemerintah tidak saja dihadapkan pada isu-isu klinis tetapi juga dari perspekif lainnya yang sifatnya lintas dan multidisiplin.
Karenanya sudah seharusnya kini melihat permasalahan kesehatan idealnya dari banyak perspektif, dimana perspektif-perspektif tersebut merupakan mandat dari UU No 17 tahun 2023. Undang-undang ini kemudian diterjemahkan dalam dunia praktik perguruan tinggi, termasuk Universitas Gadjah Mada.
“Langkah ini dilakukan tentunya bukan hanya dengan maksud sekedar mendidik dan menciptakan tenaga medis dan tenaga kesehatan yang bercakrawala atau berfikir secara luas komprehensif dengan pendekatan-pendekatan lintas dan multidisiplin, namun bagaimana mereka mampu berperan sesuai UU,” ujar Ketua Senat Akademik UGM, Prof. Dr. Sulistiowati, S.H., M.Hum., mengawali sambutan saat berlangsung diskusi Pengembangan Akademik Bidang Kesehatan Secara Lintas Disiplin dan Multidisiplin di Lingkungan Universitas Gadjah Mada, di Balai Senat, Senin (12/9).
Sulistiowati menuturkan UGM dapat ikut memainkan perannya sesuai dengan mandat UU No 17 tahun 2023. Para tenaga medis dan tenaga kesehatan tidak harus belajar dari monodisiplin di dunia perguruan tinggi tetapi harus juga bersedia belajar dari hal-hal yang sifatnya lintas dan multidisiplin sesuai dengan mandat UU No 17 tahun 2023.
“Kita harapkan dengan adanya diskusi ini kita terutama yang ada di Senat Akademik bersama pimpinan universitas dan jajarannya mampu memberikan arah dalam merumuskan kebijakan di bidang akademik khususnya sesuai di bidang kesehatan dengan pendekatan lintas atau multidisipin,” terangnya.
Menanggapi Undang-Undang No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan ini, Prof. dr. Laksono Trisnantoro, MSc, Ph.D meresponnya sebagai momentum untuk mengembangkan kebijakan kerja sama lintas fakultas untuk multi disipin dan transdisiplin khususnya di sektor kesehatan. Menurutnya, pengembangan sebaiknya dikerjakan secara kelembagaan oleh UGM bukan perorangan.
“Karena tujuannya terjadi sebuah perubahan melembaga yang memengaruhi kurikulum di berbagai fakultas, dan sampai menghasilkan Profesor bersama lintas fakultas,” jelasnya.
Untuk itu diperlukan Tim Adhoc di level universitas untuk mengembangkan kebiajkan kerja sama multi disiplin lintas fakultas dan transdisiplin lintas stakeholder dengan tujuan menghasilkan blue-print rencana pengembangan di berbagai topik.
Soal UU No 17 tentang Kesehatan mengapa diperlukan pengembangan akademik dengan multi-transdisiplin di UGM, menurut Prof. dr. Tri Wibawa, Ph.D, Sp.MK karena masalah kesehatan menjadi semakin kompleks sehingga memerlukan pola pikir yang lebih komprehensif. Selain itu dapat lebih mendekatkan pada masalah di lapangan.
“Saya kira dapat menciptakan cara berpikir baru atas suatu masalah sehingga perlu membekali seluruh civitas akademika untuk dapat berpikir lebih luas dalam rangka pemecahan masalahan kesehatan,” katanya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Donnie