Dosen Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan mengembangkan sebuah aplikasi untuk membantu penanganan kasus henti jantung. Aplikasi yang diberi nama SatuJantung 2.0 ini dibuat oleh dr. Beta Ahlam Gizela, DFM, Sp. FM Subsp. FK(K).
Beta menceritakan ide awal pembuatan aplikasi SatuJantung bermula saat ia dan suaminya dr. Nurholis Majid, M. Kes., mendapati putra mereka mengalami serangan jantung mendadak. Dari pengalaman itu keduanya tergerak menciptakan alat yang diharapkan bisa memberikan pertolongan bagi banyak orang saat mengalami serangan jantung, terutama dalam kondisi tidak ada petugas kesehatan.
“Dokter yang menangani anak saya saat terkena serangan jantung mendadak saat itu berkata mungkin putra bapak tidak akan selamat kalau bukan karena orang tuanya dokter,”ungkapnya.
Aplikasi SatuJantung telah dirilis di playstore. Masyarakat umum terutama yang memiliki riwayat maupun risiko serangan jantung serta henti jantung dapat mengunduh aplikasi ini. Setelah mengunduh aplikasi ini, pengguna bisa melakukan registrasi dengan memasukan data-data pribadi seperti nama, jenis kelamin, tanggal lahir, nomor telepon, nomor telepon keluarga yang dapat dihubungi, tensi, berat dan tinggi badan, riwayat merokok, riwayat diabetes, serta aktivitas fisik. Apabila data-data tersebut telah dimasukkan selanjutnya akan muncul hasil identifikasi risiko penyakit jantung dari pengguna.
“Jika hasil perhitungan menunjukkan risiko tinggi sebaiknya menggunakan aplikasi ini,”ucapnya.
Ia menyampaikan bahwa aplikasi SatuJantung dirancang dengan fitur utama berupa alarm bagi pasien serangan jantung dan henti jantung. Aplikasi ini bisa dijalankan cukup dengan satu klik pada tombol melayang.
“Jadi, ketika terjadi serangan, waktunya tidak lama dan tombol melayang ini bisa menyelamatkan penggunanya,” terangnya.
Ketika tombol melayang diklik nantinya akan muncul sejumlah informasi yang membantu petugas kesehatan dalam mengidentifikasi pasien. Beberapa informasi seperti tingginya risiko penyakit jantung, kontak keluarga yang bisa dihubungi, serta tombol emergency.
Penggunaan aplikasi ini ketika terjadi serangan jantung atau henti jantung bisa langsung mengklik tombol tolong. Lalu, ikuti petunjuk pertolongan pertama yang bisa dilakukan, sesuai dengan kondisi pasien. Misal pasien dalam keadaan sadar atau tidak sadar selanjutnya mencari bantuan orang lain untuk menelepon 119 (layanan ambulans).
“Saat ini aplikasi baru dikembangkan untuk versi android 10 ke bawah. Ke depannya akan dikembangkan untuk versi di atasnya dan bisa langsung menghubungkan dengan pihak rumah sakit dan layaanan ambulans,”jelasnya.
Ia menambahkan dalam aplikasi ini dilengkapi cara melakukan pijat jantung sebagai panduan untuk penolong yang belum pernah mengikuti pelatihan. Dari hasil literature review yang dilakukan sang suami, dari sekitar 10 dari 100 pasien henti jantung yang mendapat pertolongan pertama berupa pijat jantung bisa diselamatkan. Pasien henti jantung yang mendapat pertolongan pertama berupa pijat jantung memiliki kesempatan untuk tertolong tiga kali lebih besar daripada yang tidak mendapat pertolongan.
Hadirnya aplikasi SatuJantung 2.0 ini diharapkan dapat membantu penanganan lebih banyak pasien henti jantung. Seperti diketahui penyakit jantung masuk dalam salah satu daftar penyakit pembunuh nomor satu di negara maju maupun negara berkembang. Berdasarkan laporan dari Global Burden of Disease dan Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) 2014-2019 penyakit jantung menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Sedangkan dari Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan 2018 menunjukan tren peningkatan penyakit jantung yakni 0,5% pada 2013 menjadi 1,5% pada 2018. Bahkan, penyakit jantung ini menjadi beban biaya terbesar di data BPJS Kesehatan pada 2021 pembiayaan kesehatan terbesar ada pada penyakit jantung sebesar Rp.7,7 triliun.
Penulis: Ika
Foto: Firsto