Data statistik penggunaan internet sebagai media untuk mencari dan bertukar informasi saat ini bertumbuh sangat pesat. Data Statista menunjukkan pengguna internet di seluruh dunia sampai dengan awal tahun 2023 mencapai 5,18 miliar, dan pengguna sosial media menjadi pengguna terbesar dalam akses informasi menggunakan internet, yaitu sebanyak 4,8 miliar.
“Pengguna internet yang paling banyak menghabiskan waktu adalah mereka yang berusia 15–24 tahun. Meningkatnya penggunaan internet ini disebabkan oleh perkembangan teknologi dan infrastruktur yang makin luas dan merata ke berbagai belahan dunia serta akses ke berbagai media yang makin mudah dan merata,” ujar Prof. Ir. Paulus Insap Santosa, M.Sc., Ph.D., IPU di Balai Senat UGM, Kamis (6/7) saat dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Teknologi Informasi pada Fakultas Teknik UGM.
Menurut Paulus saat pandemi pemanfaatan internet seperti mendapat momentum tepat sehingga makin banyak bidang kehidupan yang memanfaatkan internet. Transformasi digital pun di hampir semua bidang kehidupan menjadi sebuah keniscayaan.
Di satu sisi, teknologi membawa manfaat yang sangat besar di masyarakat, namun di sisi lain, perkembangan penggunaan internet dalam kehidupan sehari-hari juga menimbulkan isu privasi dan keamanan data yang signifikan. Berbagai kasus yang terkait dengan privasi dan keamanan data bermunculan, seperti pencurian informasi, kebocoran data, penipuan daring, pemerasan (baik individu maupun institusi), penyebaran ransomware yang penyebarnya meminta sejumlah uang tebusan dan sejumlah kasus lainnya.
“Terkadang memang yang diserang adalah sebuah organisasi keuangan, tetapi karena melibatkan banyak nasabah, yang masing-masing nasabah perlu dilindungi data dan privasinya, maka urusannya menjadi lebih rumit dan makin kompleks ketika, misalnya, data memang benar-benar bocor sehingga ada kemungkinan nasabah-lah yang akan menjadi korban terbesarnya,” ucapnya.
Menyampaikan pidato Sistim Kekebalan Digital Untuk Perlindungan Data dan Privasi Masyarakat Awam di Masyarakat 5.0, Paulus menandaskan penggunaan teknologi digital yang makin luas dan makin kompleks menimbulkan tantangan baru dalam hal keamanan digital. Tidak saja bagi organisasi, pemerintahan, maupun industri, tetapi juga bagi individu terutama bagi pengguna awam dan remaja yang saat ini menjadi pengguna aktif dan termasuk dalam jumlah pengguna internet yang besar.
Penyediaan fasilitas keamanan oleh platform teknologi yang digunakan sudah menjadi keharusan. Perilaku pengguna teknologi digital yang tidak tepat atau kurang mengikuti praktik keamanan yang sesuai, disebutnya, dapat meningkatkan risiko terhadap serangan dan ancaman digital, seperti pencurian identitas, kebocoran data, malware, dan sebagainya.
“Jika kita memandang ancaman terhadap privasi dan keamanan data merupakan ancaman penyakit maka kita perlu membangun Sistim Kekebalan Digital, khususnya bagi pengguna awam dan remaja, untuk melindungi kita semua dari berbagai ancaman privasi dan keamanan data yang makin lama juga makin canggih dan bervariatif, baik cara maupun metodenya,” ungkapnya.
Dia menjelaskan Sistim Kekebalan Digital (SKD) adalah sistem keamanan yang diterapkan pada sistem berbasis komputer untuk memantau aktivitas digital dan melindungi pengguna dari berbagai malicious code, seperti malware, virus, dan serangan hacker. SKD berprinsip mirip dengan sistem kekebalan tubuh manusia yang dapat mengidentifikasi ancaman, merespons, dan melakukan tindakan preventif yang diperlukan.
Dalam pandangannya SKD memainkan peran penting dalam melindungi privasi, terutama untuk memastikan bahwa data atau informasi pribadi tidak terbuka untuk ancaman keamanan, seperti pencurian identitas atau penyalahgunaan informasi. Di sisi lain, implementasi SKD juga harus mempertimbangkan privasi pribadi dan hak-hak privasi pengguna. SKD yang terlalu agresif dalam memantau aktivitas digital justru bisa kontra produktif karena dapat membahayakan privasi pribadi.
“Sejumlah risiko tinggi berkaitan dengan terlalu agresifnya sistem kekebalan digital, antara lain, adalah pengaturan parameter keamanan yang kurang tepat, pemblokiran aplikasi atau aktivitas yang tidak tepat, pengumpulan informasi dari pengguna aplikasi tanpa izin, penggunaan sumber daya yang boros, dan ketergantungan pada perangkat lain yang justru meningkatkan risiko keamanan,” terangnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Donnie