Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang paling besar di dunia dan diakui memiliki dua biodiversity hotspots dunia yakni Sundaland dan wallacea, yakni wilayah dengan spesies endemik yang melimpah dengan tingkat kepunahan tinggi. Aktivitas antropogenik merupakan penyebab utama kerusakan keanekaragaman hayati Indonesia selain faktor perubahan iklim yang juga menjadi pendorong kerusakan ekosistem global. “Banyaknya kasus yang mengancam keanekaragaman hayati di Indonesia tentunya perlu upaya lebih lanjut untuk mencegah kegiatan antropogenik,” kata Dekan Fakulta Biologi, Prof. Budi Setiadi Daryono, S.Si., M.Agr.Sc., Ph.D., dalam menyampaikan laporan dekan Fakultas Biologi UGM dalam peringatan Dies Natalis ke-68, Selasa (19/9) di ruang Auditorium Fakultas Biologi.
Menurut Dekan, melimpahnya keanekaragaman hayati Indonesia menjadi sumber eksplorasi bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan kesejahteraan umat manusia, namun harus diiringi dengan upaya penjagaan dan pelestarian yang berkelanjutan disertai pendataan yang lengkap, akurat serta valid.
Budi Daryono menyebutkan teknologi metaverse, open science, big data analytics, bioinformatics, biotechnology dan teknologi AI potensial untuk menjawab upaya pengelolaan, pendayagunaan dan pelestarian sumber daya hayati.
Di bidang pendidikan, kata Budi Daryono, metaverse bisa menjadi media pembelajaran dan penelitian di bidang biologi yang akan terus berkembang dan menjadi daya tarik tersendiri khususnya bagi generasi milenial dalam mempelajari biologi. “Perpaduan antara metaverse dan pembelajaran hayati akan mengantarkan Biologi menjadi bidang ilmu pengetahuan yang penting serta menjadi kunci dalam kajian dan eksplorasi biologi masa depan yaitu Deep Sea dan Exobiology yang didahului dengan pesatnya perkembangan Big Analytics dan Bioinformatika terkait keanekaragaman hayati pada saat ini,” ujarnya.
Tidak hanya itu, imbuhnya, teknologi AI juga bisa dapat juga digunakan dalam perencanaan lingkungan, pengambilan keputusan dan pengelolaan berdasarkan algoritma otomatis sehingga dapat menjaga kualitas ekosistem. Bahkan dalam konservasi margasatwa, AI juga dapat berperan dalam berbagai kegiatan seperti monitoring kesehatan ekosistem, mereduksi tingkat kontak dengan satwa liar dan mencegah konflik satwa dengan masyarakat lokal melalui monitoring dan otomatisasi pengelolaan informasi.
Dalam pidato laporan Dekan, Budi Daryono menegaskan Fakultas Biologi UGM memiliki peran dan tanggung jawab dalam menjaga keanekaragaman hayati di Indonesia melalui kegiatan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. “Selama 68 tahun berdiri, Fakultas Biologi UGM telah berkembang serta memberi manfaatnya kepada masyarakat, bangsa dan negara serta dunia.
Di akhir pidatonya, Budi Daryono menyampaikan visi Fakultas Biologi untuk menjadi fakultas dengan program studi yang unggul di tingkat internasional sebagai pusat pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat di bidang biologi khususnya biologi tropika yang berorientasi pada kepentingan bangsa dan berdasarkan Pancasila.
Penulis : Gusti Grehenson