Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan pusat kajian multidisiplin dan transdisiplin yang diberi nama Institute for Future Life (IFL), sebagai wujud kontribusi nyata UGM terhadap penanganan masalah perubahan iklim. Kajian-kajian ILF diharapkan dapat memberikan berbagai masukan penting bagi para pemangku kepentingan, termasuk dalam pengembangan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur.
Untuk menghimpun masukan dari berbagai pakar, UGM menyelenggarakan serangkaian Round Table Discussion (RTD) dengan berbagai topik pembahasan. Diskusi pertama terselenggara Jumat (29/9) secara daring, dengan tema “Resilience Climate Change: Smart City IKN Adaptif Perubahan Iklim”.
“Masukan-masukan yang diberikan akan sangat bermanfaat, dan merupakan langkah awal dalam merumuskan usulan yang aplikatif dari UGM. Mudah-mudahan dari diskusi ini kita mendapatkan hasil yang betul-betul bernas,” ungkap Rektor UGM, Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Sp.OG(K)., Ph.D., saat membuka kegiatan ini.
ILF sendiri mengembangkan lima area kajian dan advokasi utama, yaitu Healthy Longevity & Biomedical, Environment and Biodiversity, Green and Blue Economy, Future Governance, dan Inclusive Digital Society. Hal ini sejalan pula dengan komitmen UGM untuk mendukung pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (TPB/SDGs) yang dicanangkan PBB.
Pada kesempatan ini, rektor mengungkapkan bahwa sejumlah diskusi awal telah berlangsung untuk merancang strategi upaya UGM dalam mengatasi perubahan iklim, yang dianggap akan mengancam berbagai sektor mulai dari pertanian dan ketahanan pangan, penyediaan air, infrastruktur pelayanan, hingga kesehatan.
“Mudah-mudahan kita dapat mendiskusikan berbagai aspek tentang perubahan iklim, mengidentifikasi masalah yang muncul, dan mulai membangun kolaborasi lintas disiplin untuk mengembangkan intervensi lebih lanjut terkait perubahan iklim,” terang Rektor.
Berkaitan dengan IKN, Rektor mengungkapkan bahwa UGM perlu menyatukan keunggulan yang dimiliki di berbagai lini, untuk menghasilkan masukan yang komprehensif dan bermanfaat. “Beberapa dari kita di fakultas dan pusat studi sudah memberikan kontribusi ataupun membentuk tim khusus. Kita ingin dari pengalaman tersebut dikumpulkan bersama secara komprehensif sehingga kita punya usulan yang fokus pada keunggulan UGM,” imbuhnya.
Kegiatan diskusi kali ini menghadirkan empat orang narasumber, yaitu Prof. Dr. rer. nat. Muh. Aris Marfai, S.Si., MSc, Wawan Mas’udi, S.IP., MPA., PhD, Prof. Ir. Widiyatno, S.Hut., MSc., PhD., IPM, serta Dr. dr. Andreasta Meliala, M.Kes. Keempat narasumber memberikan paparan materi secara singkat, yang kemudian dilanjutkan dengan diskusi serta penyampaian kesimpulan dan rencana aksi.
Usai diskusi kali ini, akan ada empat diskusi lainnya yang masih mengusung konsep Round Table Discussion. Dari rangkaian kegiatan ini, luaran yang akan dihasilkan berupa rumusan hasil diskusi dalam bentuk serial policy brief, serta serial monograf tentang resilience climate change.
Penulis: Gloria