Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) belum lama ini menyampaikan hasil pemodelan gempa bumi dan tsunami yang kemungkinan bisa terjadi di Jawa Timur dimana pantai selatan dari provinsi tersebut potensial terguncang gempa dengan magnitudo 8,7 bahkan dengan ancaman ketinggian gelombang tsunami mencapai 29 meter. Potensi gempa dan tsunami yang dihitung BMKG tersebut berdasarkan data-data dan sejarah gempa di pesisir selatan Jawa yang pernah terjadi di masa lalu.
Bila BMKG merilis hasil pemodelan potensi gempa tersebut, berbeda dengan peneliti gempa dari UGM, Prof. Ir. Sunarno, M.Eng., Ph.D., justru melakukan langkah untuk memasang sepuluh stasiun pemantau gempa di sepanjang pesisir pulau Jawa untuk memprediksi gempa tiga hari sebelum kejadian sehingga bisa dilakukan mitigasi bencana.
“Saat ini kami sedang membuat sekitar sepuluh model stasiun pemantau EWS Gempa yang akan kami pasang sepanjang pulau Jawa sisi selatan untuk pengembangan algoritma triangulasi pusat gempa,” kata Sunarno, Senin (7/6).
Alat EWS yang dipasang ini, menurut Sunarno, selain bisa memprediksi kejadian gempa, namun juga dapat memperhitungkan prediksi lokasi pusat gempa. “Selain dapat memprediksi 3 hari sebelum gempa juga dapat memperhitungkan pusat gempa yang akan terjadi,” paparnya.
Sunarno menjelaskan alat EWS ini masih dalam tahap pengembangan selain perbaikan penyempurnaan teknologi alat tersebut juga pengembangan algoritma penentuan pusat gempa yang akan terjadi. “Setiap stasiun EWS yang kami pasang tetap mengukur setiap 5 menit perubahan permukaan air sumur dan paparan gas Radon alam yang akan dibaca EWS kami,” ungkapnya.
Meski demikian, hingga saat ini kepekaan alat EWS Gempa ini hanya dapat memonitor kejadian gempa di atas 4,5 SR di antara Aceh hingga NTT untuk lempengan Indo-Australia. Namun, untuk dapat memantau di daerah dengan lempengan lain maka harus dipasang stasiun EWS di lempengan yang dipantau.
Seperti diketahui, EWS ini tersusun dari sejumlah komponen seperti detektor perubahan level air tanah dan gas radon, pengkondisi sinyal, kontroler, penyimpan data, sumber daya listrik. Lalu, memanfaatkan teknologi internet of thing (IoT) di dalamnya. Mekanisme kerja alat ini dalam memprediksi gempa berdasarkan perbedaan konsentrasi gas radon dan level air tanah yang merupakan anomali alam sebelum terjadinya gempa bumi. Apabila akan terjadi gempa di lempengan, akan muncul fenomena paparan gas radon alam dari tanah meningkat secara signifikan. Demikian juga permukaan air tanah naik turun secara signifikan.
Penulis : Gusti Grehenson