Bisnis makanan dan minuman adalah salah satu pendukung kegiatan pariwisata. Bisnis kuliner ini sangat berkembang di DIY. Hal ini dibuktikan pada tahun 2010, terdapat lebih dari 150 restoran menjadi anggota Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) dan 375 tempat kuliner tahun 2020. Dalam pengembangan wisata kuliner, servicescape merupakan konsep yang sangat penting untuk menjaga kesetiaan pelanggan kuliner. Servicescape adalah konsep yang menjelaskan gaya dan tampilan fisik dari kuliner. Servicescape adalah fasilitas fisik dalam pelayanan untuk kebutuhan tamu untuk memengaruhi perilaku dan memuaskan tamu dimana design akan memberi dampak positif baik tamu maupun staf/karyawan. Namun demikian, konsen ini masih jarang diekplorasi di dalam keilmuan pariwisata maupun diketahui oleh pengusaha kuliner.
Topik inilah yang diangkat dalam Seminar Series Nasional Kepariwisataan ke #10, dengan tema Servicescape: Strategi Wisata Kuliner Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Selasa (9/3). Pembicara pada seminar ini adalah Dr. Sri Sulartiningrum, alumni S3 Kajian Pariwisata UGM. Sebagai pembahas hadir Prof. Dr. Ir. Eni Harmayani, M.Sc, dosen Fakultas Teknologi Pertanian UGM dan dimoderatori oleh Dr. Ir. Muhammad, ST, MT dari Sekolah Pascasarjana UGM.
Dr. Ningrum menjelaskan bahwa dia melaksanakan riset guna mengetahui konsep servicescape dan strategi menarik pengunjung ke restoran etnik serta untuk menganalisis indikator dan kebermanfaatan servicescape bagi wisata kuliner. Dr. Ningrum mengambil studi kasus di restoran etnik Raminten, Bale Raos dan Mang Engking di Yogyakarta.
“Masing-masing strategi wisata kuliner di lokasi penelitian menunjukkan adanya faktor budaya yang dominan, dimana faktor budaya mampu merefleksikan servicescape,” kata Ningrum dalam siaran persnya.
Untuk itu ia merekomendasikan kepada pengelola restoran etnik untuk meningkatkan servicescape dari segi ambient, desain, citra, perilaku, produk, harga dan budaya supaya dapat meningkatkan loyalitas konsumen. Selain itu, ia menambahkan perlunya papan informasi yang dipasang uuntuk memudahkan pecinta kuliner menemukan restoran etnik tersebut. Dalam sisi akademis, Dr. Ningrum menekankan perlunya memasukan aspek budaya dalam konsep servicescape, untuk dapat menjadi variabel penting saat mengevaluasi servicescape.
Sementara itu, Prof. Eni memberikan tanggapan bahwa kuliner dapat berfungsi sangat luas, tidak hanya tentang makanan dan minuman, namun menyangkut aspek seperti identity (identitas), dignity (kedaulatan) dan bahkan nasionalisme. Terlihat saat ini masuknya budaya K-pop memengaruhi selera makan anak anak remaja, terutama mahasiswa nya. Kuliner dapat menjadi media untuk akulturasi budaya dan menunjukkan kedaulatan sebuah bangsa.
“Saya mendukung perlunya penajaman visi dan misi pengembangan kuliner nusantara karena memiliki peran ganda yang sangat bermanfaat baik untuk pariwisata, ekonomi, pemenuhan aspek pangan, tetapi juga kedaulatan sebuah bangsa,”kata Eni.
Penulis: Satria
Foto: Itrip.id