Daerah Istimewa Yogyakarta menjadi wilayah endemik nyamuk Culex yang merupakan perantara virus Japanese Encephalitis (JE). Menyadari ancaman tersebut, pemerintah mencanangkan vaksinasi JE selama september hingga oktober 2024 menyasar anak usia 9 bulan hingga 15 tahun guna memberikan perlindungan kepada masyarakat dari penyakit JE.
Guru Besar Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM Prof. dr. Mei Neni Sitaresmi, SpA(K), PhD, mengatakan penyakit JE disebabkan oleh virus Japanese Encephalitis yang umumnya terdapat di babi dan bangau putih yang lazim dijumpai di sawah. Kemudian, nyamuk Culex menggigit hewan tersebut dan virus ini ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk tersebut.
Berbeda dengan nyamuk Aedes aegypti yang sering menggigit pada siang dan sore hari, nyamuk Culex justru menggigit pada malam hari. “Saat itulah virus bisa masuk ke dalam tubuh manusia,” kata Prof. Mei, Rabu (2/10), di kampus UGM.
Ia menerangkan bahwa virus ini tidak bisa ditularkan ke sesama manusia. Namun virus yang masuk ke tubuh manusia bisa menimbulkan gejala layaknya infeksi lain seperti demam, badan lesu, nyeri otot dan lain-lain. Gejala-gejala tersebut akan hilang dalam waktu yang tidak terlalu lama. Namun pada kelompok yang berisiko tinggi, infeksi virus tersebut akan menimbulkan gejala yang serius seperti pusing yang menyebabkan anak terus-terusan rewel, muntah-muntah hingga kejang dan penurunan kesadaran.“Jika seseorang sampai di fase gejala serius tersebut, angka kematian penyakit ini tinggi dan tidak ada obatnya,” katanya.
Mei sepakat pentingnya pelaksanaan vaksinasi yang selama dua bulan ini menyasar anak usia 9 bulan hingga 15 tahun. Apalagi, menurutnya, anak-anak di rentang usia tersebut belum memiliki sistem kekebalan tubuh sebaik orang dewasa. Vaksinasi yang diberikan sebanyak satu kali dosis ini akan memberikan perlindungan pada anak terhadap infeksi virus JE.
Soal kekhawatiran masyarakat terkait keamanan vaksin, Prof. Mei meyakinkan bahwa vaksin JE aman, utamanya bagi anak-anak. Sebab, vaksin itu masuk kategori obat yang standar keamanannya paling tinggi. “Sebelum diberikan kepada masyarakat, vaksin telah melalui serangkaian penelitian dan uji coba yang panjang,” imbuhnya.
Terkait efek samping, Prof. Mei menjelaskan bahwa setiap tindakan tentu ada efek sampingnya. Beliau mencontohkan bahkan aktivitas olah raga pun akan membuat lelah. Kalaupun vaksin ada efek sampingnya, umumnya adalah efek samping yang ringan dan dapat sembuh sendiri sehingga masyarakat tidak perlu khawatir dan ragu untuk mengikuti program vaksinasi. Prof. Mei mengajak masyarakat Yogyakarta untuk mengikuti vaksinasi JE ini selagi menjadi program pemerintah, sehingga dapat memperolehnya dengan gratis.
Vaksin sendiri bukan satu-satunya langkah pencegahan dari penyakit JE. Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) juga sangat penting dalam mencegah penyakit JE ini. “Karena penyakit ini ditularkan oleh nyamuk, maka pastikan lingkungan bebas dari nyamuk,” pesan Prof. Mei.
Dengan menggalakkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN), maka lingkungan akan bebas dari nyamuk. Tidak hanya terbebas dari JE, masyarakat juga akan terbebas dari penyakit-penyakit lain yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Selain itu, nutrisi juga harus terjaga, sehingga daya tahan tubuh akan meningkat dan mampu melawan infeksi dengan sendirinya.
Penulis : Lazuardi
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Freepik