
Universitas Gadjah Mada mengukuhkan tiga Guru Besar baru dari Fakultas Biologi. Ketiga guru besar tersebut adalah Prof. Dra. Tuty Arisuryanti, M.Sc., Ph.D., Prof. Dr. Yekti Asih Purwestri, S.Si., dan Prof. Dr. Bambang Retnoaji, M.Sc.
Tuty Arisuryanti dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Genetika Populasi menyampaikan pidato yang bertajuk “Peran Genetika Populasi dalam Perlindungan dan Pemanfaatan Sumber Daya Hayati yang Berkelanjutan di Indonesia untuk Mendukung Kesejahteraan Manusia”, Tuty menyoroti urgensi penerapan genetika populasi dalam konservasi dan pengelolaan sumber daya hayati secara adaptif dan berbasis ilmiah.
Dalam pidatonya, Tuty menjelaskan bahwa genetika populasi merupakan cabang ilmu genetika yang berfokus pada komposisi genetik dalam suatu populasi. Ilmu ini memainkan peran penting dalam mengidentifikasi dan mengukur tingkat keragaman genetik untuk menentukan prioritas konservasi. “Genetika populasi memungkinkan kita mengenali populasi yang rentan, mengukur keragaman genetik, dan memahami bagaimana spesies beradaptasi terhadap tekanan lingkungan seperti perubahan iklim dan gangguan ekologis lainnya,” tutur Tuty, Kamis (26/6), di Balai Senat UGM.
Tuty menyebutkan dari 36 biodiversity hotspots dunia, Indonesia memiliki dua kawasan prioritas, yakni Sundalan dan Wallace. Kawasan ini dinilai sebagai investasi konservasi global karena mencakup wilayah yang relatif kecil, tetapi menyimpan keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Menurut Tuty, potensi sumber daya hayati dari kawasan ini memiliki nilai ekonomi, ekologi, dan ilmiah yang besar dan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan untuk mendukung kesejahteraan manusia.“Kondisi geografis Indonesia yang berupa negara kepulauan telah menciptakan isolasi alami yang menyebabkan tingginya keragaman genetik baik antar maupun dalam populasi spesies,” jelasnya.
Sementara Yekti Asih Purwestri, dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam Bidang Biokimia Molekuler. Yekti mengatakan salah satu sumber daya hayati lokal Indonesia yang potensial dikembangkan adalah padi, baik yang berpigmen maupun tidak. Menurutnya, padi menyimpan informasi genetik berharga untuk pengembangan pangan fungsional, karena kandungan nutrisinya, sifat agronomis yang unggul, serta toleransi terhadap cekaman biotik dan abiotik. Ia mencontohkan padi hitam ‘Cempo Ireng’, salah satu komoditas lokal dari Daerah Istimewa Yogyakarta digunakan sebagai model tanaman padi untuk studi genomik fungsional, khususnya dalam mengungkap gen yang terlibat dalam inisiasi embriogenesis somatik.
Pendekatan biokimia molekuler turut dimanfaatkan untuk mengidentifikasi keanekaragaman bakteri endofit pada berbagai jenis tanaman seperti tebu dan pisang. Keberadaan bakteri ini berperan penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman serta meningkatkan ketahanan terhadap stres biotik dan abiotik. Bakteri memperoleh habitat dan sumber nutrisi dari jaringan tanaman, sementara tanaman memperoleh berbagai manfaat fisiologis dan metabolik yang menunjang pertumbuhan serta adaptasinya terhadap cekaman lingkungan. “Dengan pendekatan biokimia molekuler menjadi penting untuk memahami interaksi ini secara mendalam, karena mampu mengungkap mekanisme yang terjadi pada tingkat gen, enzim, dan molekul sinyal,” tambahnya.
Selanjutnya Bambang Retnoaji dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Struktur dan Perkembangan Hewan Akuatik. Dalam pidatonya, Bambang menekankan pentingnya pengembangan riset hewan model akuatik, terutama ikan wader pari (Rasbora lateristriata), sebagai bentuk kontribusi nyata ilmu biologi terhadap konservasi dan ketahanan pangan nasional.
Salah satu fokus utama penelitiannya adalah ikan wader pari, ikan endemik Indonesia yang tersebar di pulau Jawa, Bali, Sumatra, dan Kalimantan. Selain memiliki nilai ekologis sebagai indikator kualitas air, wader pari juga memiliki nilai ekonomis tinggi dan berpotensi sebagai sumber protein lokal yang terjangkau. “Ikan wader pari memiliki karakteristik unik seperti embrio yang transparan, siklus hidup yang singkat, dan laju perkembangan yang cepat. Ini menjadikannya kandidat ideal untuk dikembangkan sebagai hewan model asli Indonesia,” ungkapnya.
Penulis : Rahma Khoirunnisa dan Lazuardi Choiri
Editor : Gusti Grehenson
Foto : Firsto