Yogya, KU
Sulitnya pemerintah dan lembaga berwenang untuk mengusut dan mengembalikan aset hasil kejahatan korupsi, narkotika, terorisme dan pencucian uang, maka mendesak diperlukannya Undang-Undang yang mengatur perampasan aset sampai dengan pengelolaan aset.
Demikian hasil diskusi tanggapan terhadap Rancangan Undang-undang Perampasan Aset, Kamis (14/8) di Debating Room, Fakultas Hukum UGM. Beberapa pakar yang hadir dalam diskusi tersebut, diantaranya Ketua Tim RUU Perampasan Aset Prof Prof Romli Atmasasmito, Direktur Perjanjian Kerjasama Departemen Luara Negeri, Arif Havas Oegroseno, Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi UGM Dr Denny Indrayana, mantan ketua ICW Teten Masduki, Saldi Isra, Eddy OS Hiarej dan Zainal Afin Mochtar.
Menurut Romli Atmasasmito, RUU Perampasan Aset ini sangat penting dalam rangka mengejar aset-aset yang sudah dibawa lari pelaku ke luar negeri. Diakui oleh Romli, pemerintah selama ini merasa kewalahan dalam upaya mengembalikan aset tersebut meskipun pelakunya sudah ditangkap.
“Upaya perampasan aset ini tidak hanya menuntut kemauan politik pemerintah tetapi juga kemauan parlemen dan lembaga yudikatif terkait seperangkat hukum yang harus disiapkan melalui dari pelacakan aset, penyitaan aset, perampasan aset sampai dengan pengelolaan aset,†katanya,
Lebih lanjut diungkapkan Romli, upaya pengembalian aset juga memerlukan kerjasama internasional, baik kerjasama bilateral maupun multilateral disebabkan pengembalian aset yang berada di luar wilayah teritorial Indonesia tentunya memerlukan kerjasama tersebut.
Diakui Romli, penyusunan RUU ini sudah memasuki draft keenam dan direncanakan akan selesai disusun pada akhir tahun 2008 ini.
“Penyusunan draft ini sudah hampir sempurna, kini tinggal menunggu 3 draft lagi dan melakukan studi banding ke beberapa negara untuk mengetahui seberapa jauh hambatan dan kegagalan selama prakteknya, hal ini penting untuk memberikan sumbangan yang positif buat indonesia,†ungkapnya
Komitmen dari pemerintah untuk memiliki UU ini kata Romli sangat fundamental dan merupakan terobosan besar dalam menghadapi satu kejahatan yang sangat serius dan kuat yang menimbulkan dampak kemiskinan, dan kesejahteraan bagi masyarakat luas.
“Ini momentum baru bagi pemerintah yang akan datang untuk memiliki keseriusan dan komitmen kuat untuk meminimalisasi dan menekan aktivitas kejahatan di negeri kita,†ungkapnya.
Direktur Perjanjian Kerjasama Departemen Luar Negeri Arif Havas Oegroseno, menyatakan dalam rancangan perampasan aset ini berlaku untuk kasus-kasus yang terjadi pada dua belas tahun yang lalu dan baru diadili di pengadilan.
“Pengusutan dan perampasan aset ini juga berlaku untuk kasus yang terjadi pada 12 tahun lalu, meski kesannya seolah dibatasi, tapi RUU ini menyesuaikan dengan undang-undang yang berlaku di Inggris,â€imbuhnya.
Dalam pandangan Dr Denni Indrayana, RUU ini diangggap sebagai pilar untuk melengkapi dari regulasi anti korupsi, pencucian uang, perlindungan saksi, dan PPATK yang sudah ada selama ini.
“Aset recovery ini menjadi sangat penting, jika sudah ada sebelumnya regulasi anti korupsi tentunya masyarakat nantinya akan mempertanyakan jika aset yang diambil itu tidak dikembalikan, sebab penindakan pelaku korupsi akan menjadi sia-sia belaka,†tegasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)