Konflik antara Israel dengan Palestina tidak pernah selesai dan berlangsung hingga lebih dari 70 tahun. Namun begitu, hingga saat ini Palestina merupakan negara yang belum mendapat hak kemerdekaannya untuk diakui sebagai sebuah negara. Tidak cukup sampai di situ, luas wilayah Palestina semakin hari semakin mengecil karena dicaplok oleh negara Israel. Pendudukan wilayah oleh Israel ini seolah mendapat dukungan dari Amerika Serikat. Meski PBB sudah turun tangan dan serangan Israel ke Palestina mendapat kecaman banyak negara, nampaknya Israel tidak bergeming. Oleh karena itu, penyelesaian konflik yang berkepanjangan dan tercapainya impian rakyat Palestina untuk mendapatkan kemerdekaan sangatlah bergantung dari Amerika Serikat yang selama ini lebih banyak menjembatani diplomasi proposal perjanjian damai antar kedua negara.
Hal itu mengemuka dalam diskusi ilmiah yang bertajuk “Antara Amerika-Israel dan Palestina”, Rabu (19/5) secara daring yang diselenggarakan oleh Departemen Antar Budaya Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Dekan Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Dr. Wening Udasmoro, mengatakan konflik perang antara Israel dan Palestina saat ini memiliki pola yang sama bahwa setiap konflik dimanapun kejadiannya selalu didominasi oleh hasrat untuk banyak berkuasa. Lalu, dampak yang ditimbulkan dari setiap konflik tetaplah rakyat sipil yang selalu menderita karena tidak memiliki senjata. “Selalu kaum perempuan dan anak-anak serta lansia yang menjadi korban,” paparnya.
Memutus mata rantai konflik antara Israel dan Palestina ini menurutnya tidaklah mudah karena masing-masing membangun narasi yang berbeda dan selalu dipertahankan sejak lama. “Bagaimana memutus rantai konflik sebagai mata rantai jadi tantangan bagi semua bangsa. Konflik yang sudah lama terjadi ini, tidak hanya menguras perasaan, namun pemikiran kita semua,”paparnya.
Rektor UGM, Prof. Ir. Panut Mulyono,M.Eng., D.Eng., mengatakan dukungan bangsa Indonesia untuk tercapainya kemerdekaan Palestina sangatlah tepat. Oleh karena itu, penyelesaian konflik kedua negara ini perlu segera dilakukan. “Kita dukung usaha pemerintah RI lewat jalur diplomatik dan jalur jejaring internasional untuk meminta Israel menghentikan serangannya,” jelasnya.
Pakar Kajian Budaya Amerika dari Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Prof. Dr. Ida Rochani Adi, mengatakan dukungan Amerika Serikat bagi Israel selama ini tidak lepas dari keberadaan komunitas Yahudi di Amerika yang hampir menguasai seluruh sektor bisnis di negara tersebut. “Ketika ada konflik di luar Amerika maka komunitas diaspora Yahudi sangat solid,”kata Ida.
Menurut Ida, kelompok Yahudi di Amerika termasuk kelompok yang paling terdepan dibanding dengan kelompok masyarakat yang lain. Meski Orang yahudi di Amerika sebagian besar mengaku tidak beragama, namun mampu membangun identitas dalam mendukung sesama kelompok Yahudi. “Pengalaman sosial, tradisi dan sejarah perjalanan sejarah Yahudi di Amerika Serikat sudah ada sejak zaman kolonial,”katanya.
Sementara Dubes Indonesia untuk Lebanon, Drs. Hajriyanto Y. Tohari, MA., mengatakan ada lima alasan Amerika Serikat selalu mendukung Israel hingga saat ini karena untuk pengamanan akses terhadap minyak di Timur Tengah, pemberian dukungan proteksi pada Israel, pengamanan basis militer di Timur Tengah, mempertahankan rezim berkuasa sebagai bagian dari aliansi Amerika di Timur Tengah serta membendung radikalisme, terorisme dan fundalisme Islam di kawasan tersebut.
Tohari berpendapat kebijakan politik luar negeri Amerika Serikat di kawasan Timur Tengah dalam rangka melindungi Israel agar Amerika tetap menancapkan kekuasaannya di kawasan yang kaya akan minyak tersebut. “Jangan berharap pergantian Presiden Amerika membawa perubahan signifikan di Timur Tengah. Pasalnya, dalam pandangan Amerika eksistensi dan keamanan Israel sebagai landasan berpijak politik Amerika,” katanya.
Bagi Tohari, Amerika Serikat sekarang ini bukan lagi mediator atau makelar perdamaian, namun perancang utama persoalan selesai dan tidaknya konflik antara Israel dan Palestina. “Begitu dominannya peran Amerika dalam persoalan Israel dan Palestina. Bahkan, Amerika juga menginisiasi normalisasi hubungan Israel dengan Mesir, Yordania, Sudan dan Maroko,”ungkapnya.
Dukungan Amerika untuk memberikan kemerdekaan kepada Palestina menurutnya sangat bergantung dari itikad baik dari pemerintah negeri Paman Sam tersebut serta tekanan dari negara-negara di seluruh dunia. Namun, yang menjadi pertanyaan apakah Amerika menginginkan kemerdekaan Palestina atau tetap menginginkan status quo seperti ini, antara ketenangan lalu konflik dan penyerangan? “Kenyataan lebih besar bahwa kemerdekaan yang diinginkan lebih dari 70 tahun itu ada di pundak Amerika,”pungkasnya.
Penulis : Gusti Grehenson
Foto : AFP Photo