Anemia dan stunting masih menjadi permasalahan yang dihadapi masyarakat Indonesia hingga saat ini. Berbagai upaya telah dilakukan untuk menekan kedua permasalahan gizi tersebut. Namun begitu, belum semua intervensi anemia dan stunting mampu memberikan dampak positif yang signifikan.
Merespons permasalahan tersebut, Pusat Kesehatan dan Gizi Manusia (PKGM), Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM menginisiasi pembentukan Indonesia Nutrition University Network (NATURE) dengan menggandeng kerja sama dengan perguruan tinggi dan lembaga akademik lain di Indonesia pada November 2021 lalu. Jejaring lembaga akademik ini memiliki komitmen bersama untuk membantu penurunan masalah anemia dan stunting di Indonesia.
Kegiatan pembentukan jejaring ini melibatkan perwakilan 27 lembaga akademik. Dua puluh tujuh lembaga akademik tersebut terdiri perwakilan 25 perguruan tinggi yang berasal dari 21 provinsi di Indonesia dengan 2 di antaranya berasal dari perwakilan Lembaga Eijkman dan perwakilan Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (stunting). Kegiatan yang dimulai sejak Juli-November 2021 ini terdiri dari tiga fase yakni sosialisasi, diskusi, dan pembentukan kesepakatan.
Pada fase pertama, diperoleh beberapa rekomendasi terkait stunting dan anemia di Indonesia. Khusus untuk kasus stunting, Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dari Institut Pertanian Bogor merekomendasikan bahwa pencegahan stunting sebaiknya berfokus mulai dari calon pengantin hingga anak lahir berusia 2 tahun sesuai keunikan tumbuh kembang masing-masing.
“Tidak cukup hanya 1.000 hari pertama kehidupan karena calon orang tua harus diberi bekal mengenai optimalisasi gizi keluarga sejak akan menikah. Rekomendasi kedua, perlu penguatan kebijakan penurunan angka stunting. Kebijakan yang sudah ada saat ini sudah baik, namun lemah dalam upaya konvergensi terutama tatanan kabupaten/kota sampai desa dan RW,” paparnya.
Sedangkan untuk kasus anemia, Prof. Mohammad Juffrie, M.Med, Ph.D, Sp.A(K) (UGM); Prof. Indrawati Liputo, MD, Ph.D, Sp.GK (UNAND); dr.M.Med Agussalim Bukhari, Ph.D, Sp.GK(K) (UNHAS); Idrus Jus’at, Ph.D (UEU); drh. Safarina G Malik, MS., Ph.D (Lembaga Eijkman) memaparkan berbagai hasil kajian mengenai anemia gizi dan non gizi di Indonesia. Anemia tidak hanya disebabkan oleh kekurangan zat besi saja, namun penyakit infeksi seperti malaria, tuberkulosis, hingga genetik dapat menjadi penyebabnya. Sama seperti stunting, program penanganan anemia tidak bisa disamaratakan, dan perlu melihat hal utama yang menjadi penyebab kasus anemia di setiap daerah.
Rekomendasi lain juga datang dari Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Widjaja Lukito, Ph.D, Sp.GK. Ia menjelaskan pentingnya pendekatan ekonutrisi, yaitu menilik bagaimana lingkungan, kesehatan, dan status gizi saling berhubungan. Ia juga menekankan pentingnya kolaborasi dalam penanganan anemia dan stunting.
Pada sesi sosialisasi pakar di fase kegiatan kedua yang diadakan 8 September 2021 membahas rekomendasi untuk penuntasan masalah anemia gizi, anemia non-gizi, dan stunting yakni dengan melibatkan semua pihak. Rujukan berjenjang perlu dilakukan baik pada tingkat komunitas melalui posyandu, puskesmas maupun rumah sakit dengan inovasi berbasis potensi lokal hingga pemberian Pangan Olahan untuk Keperluan Medis Khusus ( PKMK).
Guru Besar Fakultas Peternakan UGM, Prof. Dr. Ali Agus, turut berbagi pengalaman dalam melakukan kolaborasi antara Fakultas Peternakan dan FK-KMK UGM dan Dinas Kesehatan Kab Sleman dalam kegiatan Pencegahan Rawan Stunting di Kabupaten Sleman dengan penggunaan telur fungsional. Dalam penelitian itu, ia membuat kegiatan terintegrasi antara pangan –kesehatan – kesejahteraan masyarakat. Sementara telur dipilih karena kandungan gizinya yang lengkap, terjangkau, relatif diterima masyarakat dan bisa dikonsumsi harian.
Di sisi lain, Dr. dr Vivien Novarina Kasim, MKes dari Universitas Negeri Gorontalo menceritakan penelitiannya di daerah terpencil di Kabupaten Boalemo, Gorontalo dan menemukan bahwa riwayat ASI eksklusif, pendapatan keluarga, dan sanitasi lingkungan berhubungan signifikan dengan kejadian stunting di wilayah tersebut. Faktor ekonomi dan kesadaran masyarakat mengenai kesehatan dan kebersihan yang rendah merupakan masalah utama program penurunan stunting. Oleh karena itu, perlu intervensi holistik dan kolaboratif untuk meningkatkan keberhasilan program.
Kegiatan tahap ketiga yang dilakukan pada 12-13 November 2021 merupakan pengerucutan komitmen seluruh peserta untuk bersama-sama bergabung dalam jejaring lembaga akademik dan membantu penuntasan masalah anemia gizi, anemia non-gizi, dan stunting di Indonesia dengan mengambil nama NATURE – Indonesia Nutrition University Network.
Sementara pada tingkat nasional, perwakilan BKKBN sebagai kepala komando penurunan stunting di Indonesia menyatakan bahwa pelibatan perguruan tinggi untuk penurunan stunting telah mulai digencarkan. Perguruan tinggi dengan Tri Dharma memiliki posisi yang strategis sebagai mitra pendamping pemerintah maupun lembaga lain untuk mengatasi permasalahan gizi di Indonesia. Kehadiran NATURE diharapkan mampu berperan untuk memperkuat kapasitas anggota baik sebagai akademisi, peneliti, dan pendamping bagi daerah untuk melaksanakan kegiatan pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat. Selain itu, juga pendampingan dalam upaya menurunkan kejadian masalah gizi di Indonesia, terutama anemia dan stunting yang selaras dengan tujuan pembangunan yang telah dicanangkan oleh pemerintah.
Penulis: Ika