Sebanyak 2.300 pegawai dan pensiunan Universitas Gadjah Mada mengikuti program vaksinasi lanjutan atau suntik booster di Grha Sabha Pramana UGM, Sabtu (22/1). Diantara ribuan peserta yang ikut hadir sebagai penerima vaksin dosis ketiga ini adalah Mantan Rektor UGM, Prof. Dr. Sofian Effendi, MPIA.
Ketua Satgas Covid-19 UGM, Dr. Rustamadji, mengatakan ada sekitar 13 ribu pegawai dan pensiunan UGM akan mendapat suntik vaksin yang dilakukan secara bertahap. “Hari ini kita mengundang sekitar 2.300 peserta,” kata Rustamadji ditemui di sela vaksinasi.
Untuk suntik vaksin ketiga ini, kata Rustamadji, pihaknya menggunakan jenis vaksin pfizer sebagai vaksin heterolog. Sebelumnya platform yang digunakan untuk dosis pertama dan kedua adalah vaksin sinovac. ”Dua kali dosis vaksin primer kita menggunakan sinovac, tapi yang ketiga ini dengan pfizer agar lebih heterolog karena pemerintah memandang akan lebih mampu meningkatkan daya kekebalan dan daya tahan tubuh kita,”paparnya
Meski menggunakan jenis vaksin yang berbeda dari vaksin primer sebelumnya, Rustamadji mengatakan efek samping dari vaksin relatif hampir sama. Umumnya pada pemberian vaksin primer hanya beberapa orang saja yang mengalami demam, sakit kepala, lemas, dan mialgia. Namun, gejala tersebut hanya bersifat sementara. “Hari ini hanya ada satu peserta yang mengalami sedikit pusing setelah disuntik vaksin,”paparnya.
Untuk menyukseskan kelancaraan pelaksanaan vaksinasi lanjutan ini, kata Rustamadji, pihaknya mengerahkan sekitar 120 tenaga kesehatan yang secara bergantian akan terlibat dalam 6 kali kegiatan vaksinasi hingga akhir bulan Januari ini. “Mereka terbagi menjadi 23 tim yang masing-masing beranggotakan 4 orang,” jelasnya.
Seperti diketahui, pemberian vaksin Covid-19 dosis ketiga oleh pemerintah ini dianggap penting untuk meningkatkan antibodi secara penuh untuk terhindar dari virus SAR-CoV-2. Melalui program vaksin booster ini, diharapkan warga masyarakat nantinya akan lebih semakin sehat dan tangguh dalam menjalankan aktivitasnya setelah nantinya pandemi berakhir dan covid-19 dinyatakan sebagai endemi.
Penulis : Gusti Grehenson