Kebijakan strategis dari pemerintah pusat untuk mendorong terjadinya transformasi digital birokrasi pelayanan publik di daerah ternyata menghadapi berbagai persoalan yang dihadapi Pemda setempat terkait ketidaksiapan SDM, infrastruktur dan budaya kerja aparatur pemerintah yang terbiasa dengan praktek kerja lama. Oleh karena itu, pemerintah pusat, pemda dan perguruan tinggi perlu meningkatkan kolaborasi untuk mendorong percepatan transformasi digital birokrasi pemerintahan di semua daerah di Indonesia. Hal itu mengemuka dalam seminar nasional dan temu alumni Prodi Magister Ilmu Administrasi Publik (MAP) UGM yang bertajuk arah Transformasi Digital Pemerintahan di Indonesia: Adaptasi Daerah dan Persoalannya, di Ruang Seminar, Gedung Magister Ilmu Administrasi Publik FISIPOL UGM, Sabtu (5/11).
Dalam seminar yang diselenggarakan dalam rangka memperingati Dies Natalis MAP UGM yang ke-29 ini, beberapa pembicara yang menjadi narasumber adalah Pejabat Walikota Jayapura, Papua, Dr. Frans Pekey M.Si, Walikota Pariaman, Sumatera Barat, Dr. Genius Umar, dan guru Besar Administrasi dan Guru Besar bidang Kebijakan Publik Fisipol UGM, Prof. Dr. Wahyudi Kumorotomo, MPP.
Frans Pekey mengatakan kota Jayapura memiliki 5 distrik, 25 kelurahan dan 14 kampung dengan jumlah penduduk kurang lebih 192 ribu jiwa. Ia mengungkapkan sebagian besar kota di Indonesia bagian timur selalu tertinggal dibandingkan dengan kota-kota besar di wilayah Indonesia bagian barat, namun begitu ia selalu mendorong perbaikan di bidang pelayanan publik dengan melakukan adaptasi transformasi digital. “Kami selalu tertinggal terus, tapi semangat percepatan dan efisiensi yang akuntabel dengan prinsip governance didorong terus,” katanya.
Menurutnya, beberapa hambatan yang ditemui pemerintah kota Jayapura dalam mendorong percepatan transformasi digital adalah kualitas SDM dan budaya kerja yang masih terbiasa dengan pelayanan dengan sistem kerja yang lama. “Tetap saja persoalan terkait SDM yang menjadi kata kunci karena dengan SDM yang baik akan menciptakan inovasi dan digitalisasi,” katanya.
Selain itu, para aparatur pemerintah sudah terbiasa dengan budaya kerja yang lama sehingga ketika diajak berpindah pada pelayanan birokrasi yang bersifat digital terhambat oleh proses adaptasi yang begitu lama. “Sudah terbiasa dengan sistem analog. Sudah merasa nyaman lalu dengan digitalisasi merasa terganggu sehingga melakukan berbagai hal,” jelasnya.
Tidak hanya sampai di situ, tambah Pekey, infrastruktur di kota Jayapura ternyata juga belum sepenuhnya mendukung proses adaptasi tersebut karena kendala akses internet yang sering mengalami gangguan. “Sering di Kota Jayapura jaringan internet terganggu sampai berminggu-minggu,” jelasnya.
Sementara Walikota Pariaman, Sumatera Barat, Dr. Genius Umar, menceritakan pengalamannya dalam mengembangkan ekonomi dan pariwisata di Kota Pariaman. Menurutnya, bantuan yang diberikan pemerintah pusat maupun daerah pada keluarga miskin sebenarnya belum mampu untuk pengentasan keluarga miskin dari belenggu kemiskinan. “Orang miskin, diberi bantuan dari pemda, dari pusat maupun bantuan presiden tetap saja miskin. Sebab, kebanyakan anggota keluarga orang miskin mereka tidak sekolah,” kata Genius Umar.
Selama menjabat walikota, kata Umar, ia mempraktekkan ilmu yang didapatkan dari MAP UGM tentang pentingnya manajemen publik dan kebijakan publik yang berdasarkan riset persoalan yang di lapangan serta bisa melaksanakan kebijakan yang sudah diambil tersebut. “Di Pariaman, kita buat program satu keluarga satu sarjana, dimana kita kuliahkan sampai ke Politeknik. Melalui kerja sama dengan industri, setelah lulus anaknya bisa mendapatkan kerja. Anak dari keluarga miskin bertugas mengeluarkan keluarganya dari kemiskinan. Semua boleh bekerja. Satu tugasnya, mengeluarkan keluarganya dari kemiskinan,” katanya.
Melalui program beasiswa untuk keluarga miskin ini menurut Umar mampu mengurangi angka kemiskinan dan derajat pendidikan dari keluarga miskin akhirnya makin meningkat. “Kemiskinan jadi berkurang dan derajat pendidikan jadi baik. Satu program ini bisa menyelesaikan masalah selama ini menjadi sumber masalah. Karena kita dihadapkan kemiskinan ekstrem di satu kawasan,” ujarnya.
Penulis : Gusti Grehenson