Teknologi kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) semakin berkembang sehingga memudahkan aktivitas manusia. Sekarang ini ramai diperbincangkan soal aplikasi Chat GPT yang merupakan singkatan dari Generative Pre-Trained Transformer menjadi robot percakapan berbasis AI yang menjawab berbagai pertanyaan. Penggunaan chatbot pintar ini sedikit banyak bisa digunakan membantu mahasiswa dalam menyusun penulisan karya ilmiah seperti makalah, skripsi hingga tesis. Namun begitu, penggunaan data dari robot percakapan ini berpotensi melahirkan plagiarisme dan melanggar etika akademik. ”Data dari chat GPT banyak mengcopy karya orang lain, aplikasi ini sebaiknya dilarang digunakan di universitas membawa dampak negatif dalam pembelajaran. Tidak seluruhnya jawabannya akurat,” kata Dosen Fakultas Hukum UGM, Dina W. Kariodimedjo, Ph.D., dalam acara webinar yang diselenggarakan oleh UGM Kampus Jakarta bertajuk Penulisan Ilmiah Dalam Pusaran Teknologi Artificial Intelligence (AI), selasa (14/3).
Menurut Dina, untuk kegiatan penulisan ilmiah penggunaan data dari teknologi AI sebaiknya tidak digunakan oleh para dosen dan mahasiswa. Namun begitu, aplikasi ini bisa digunakan untuk mencari bahan penelitian di awal. “Menggunakannya memang tidak dilarang, namun untuk membantu pengerjaan penelitian di awal dalam pencarian data lebih spesifik seharusnya tidak digunakan chatbot untuk penulisan ilmiah untuk degree dan mencari nilai,” katanya.
Data yang diambil dari Ai besar kemungkinan akan terdeteksi plagiat karena teknologi mencomot data dari berbagai sumber tanpa menyebutkan sumber datanya. Sementara unsur plagiarisme itu menyangkut pengambilan atau penggunaan pemikiran, tulisan, invensi atau ide kepunyaan orang lain. “Sebenarnya plagiarisme itu termasuk ide, pemikiran dan referensi milik orang lain dimana diakui sebagai miliknya (penulis),” katanya.
Sesuai dengan aturan Permendiknas No 17 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi disebutkan bahwa plagiarisme merupakan kegiatan yang sengaja atau tidak sengaja untuk menilai dari sebuah karya ilmiah dengan mengutip sebagian atau seluruh karya atau karya ilmiah pihak lain. Menurutnya universitas perlu melarang penggunaan chatbot AI untuk penulisan karya ilmiah.
“Universitas dan semua pemangku kepentingan meningkatkan kesadaran dan menjunjung tinggi etika khususnya menghindari plagiarisme menggunakan AI,” jelasnya.
Founder and CEO Brain Corp, Romi Satria Wahono, Ph.D., mengatakan menggunakan teknolopgi AI untuk penulisan riset sebenarnya bisa membantu kegiatan riset di tahap paling awal saja, seperti mencari masalah penelitian hingga topik yang kira-kira bisa ditulis. Ia menjelaskan bahwa AI merupakan mesin yang mampu melakukan tugas-tugas yang memerlukan kecerdasan manusia dalam mempelajari beragam metode dengan mekanisme algoritma sehingga bisa membuat mesin robot itu mengerjakan tugas yang seharusnya manusia yang mengerjakan. “AI itu bisa menggantikan kerja manusia. Tugas AI membuat komputer cepat dan cerdas meski tidak secerdas manusia di beberapa sisi,” jelasnya.
Soal aplikasi Chat GPT, romi menjelaskan bahwa teknologi memiliki batasan kapabilitas. Untuk menjawab pertanyaan dari para pengguna, aplikasi ini menggunakan data dari wikipedia, Common Crawl, Reddit dengan 1,7 miliar token, WebText 45 juta dokumen dan 18,6 miliar token, Books Corpus dengan 74 ribu dokumen dan 800 juta token, data berita yang diambil dari 680 juta token terdiri dari berbagai sumber seperti CNN, BBC, dan Reuters. Selanjutnya Chat GPT juga mengambil data dari situs Books dengan 570 juta token dan data buku yang terdiri dari buku-buku gratis yang tersedia di Project Gutenberg.
Penulis: Gusti Grehenson
Foto : Freepik