Pemerintah Indonesia sudah menetapkan kebijakan tentang koridor satwa baik dalam bentuk Inpres, Permen mapun Peraturan Dirjen pada Kementerian KLHK. Salah satu pasal dalam peraturan tersebut menjelaskan tentang prinsip pembangunan hijau atau green infrastructure untuk mendukung kawasan yang mempunyai nilai keanekaragaman hayati tinggi di area lintasan habitat satwa liar.
Pada level daerah, kebijakan tersebut juga sudah ditetapkan misalnya di Provinsi Kalimantan Tengah. Di dalam Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang RTRWP 2022-2042 Kalimantan Tengah telah diatur aspek ketersambungan habitat melalui ketentuan khusus terkait jalur migrasi satwa liar.
Jalur migrasi satwa liar ini diperuntukkan dapat mengakomodasi ketersambungan untuk pergerakan satwa liar untuk menjamin keutuhan siklus hidup dari metapopulasi yang dalam gilirannya akan memfasilitasi pertukaran aliran genetika satwa liar secara alami. Peraturan tersebut telah diterapkan secara nyata di Indonesia, misalnya pada Terowongan perlintasan gajah pada ruas tol Pekanbaru – Dumai.
Ir. Ikaputra, M.Eng, Ph.D selaku Kepala Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM mengatakan seiring dengan semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di Indonesia, upaya untuk mengintegrasikan pengembangan infrastruktur dengan pembangunan berkelanjutan semakin banyak dibahas. Berbagai pembahasan tersebut pada akhirnya dijadikan sebagai dasar pertimbangan. “Pengembangan infrastruktur berkelanjutan, termasuk di dalamnya adalah infrastruktur transportasi tidak hanya difokuskan bagaimana pergerakan orang dan barang dapat difasilitasi secara efisien, namun juga pergerakan satwa liar dengan membangun koridor satwa”, ujarnya saat membuka Seminar Terbatas bertema Pengembangan Infrastruktur Transportasi Berkelanjutan dalam Kawasan Habitat Satwa Liar yang Dilindungi”, Kamis (8/8) di Hotel Santika, Yogyakarta.
Seminar terbatas Pengembangan Infrastruktur Transportasi Berkelanjutan dalam Kawasan Habitat Satwa Liar yang Dilindungi diselenggarakan oleh Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM. Sesi pertama seminar menghadirkan pembicara Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D., selaku Direktur Perencanaan & Pengembangan Proyek Infrastruktur Prioritas Nasional (P3IPN) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Probo Wresni Adji, S. Hut., M.PA, selaku Kepala Sub Direktorat Penguatan Fungsi dan Pembangunan Strategis Kawasan Konservasi pada Direktorat Perencanaan Kawasan Konservasi, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, dan pembicara ketiga Boby Ali Azhari, S.T., M.Sc, selaku Kepala Pusat Pengembangan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Wilayah I (BPIW), Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Sesi kedua seminar menghadirkan pembicara Dr. Ir. Agus Prabowo, M.Eng., Staf Khusus Kementerian Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Bidang Pengadaan Barang dan Jasa (PUPR), Dr. Dyah Rahmawati Hizbaron, S.Si., M.T., M.Sc., Wakil Dekan Bidang Penelitian, Pengabdian Masyarakat, dan Alumni Fakultas Geografi UGM, dan Dr. Dewanti., MS, selaku Sekretaris Pustral UGM dan pengajar pada Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM.
Sumedi Andono Mulyo menyampaikan pembangunan infrastruktur perlu memperhatikan keterkaitan antara aspek (pertumbuhan) ekonomi, keterlindungan lingkungan dan juga dimensi sosial, karena terdapat banyak praktik baik terkait pembangunan infrastruktur berkelanjutan yang mengakomodasi aspek lingkungan hidup. “Perlu kiranya dorongan untuk mengadopsi praktik baik ini yang disesuaikan dengan kondisi dan konteks wilayah,” ujarnya.
Menurutnya proses perencanaan infrastruktur yang berkelanjutan perlu mengubah paradigma terkait perencanaan dan penganggaran karena memasukkan aspek biaya lingkungan. Diperlukan upaya bersama untuk merubah cara pandang, pendekatan dan panduan perencanaan, serta penganggaran projek pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan terutama yang melewati habitat satwa liar yang terfragmentasi.“Perlu mekanisme kuantifikasi atas pengaruh dari Pembangunan infrastruktur terhadap kondisi lingkungan agar proses perencanaan dan penganggaran berjalan sebagaimana yang diharapkan. Dalam hal ini ketegasan penegak hukum menjadi penting dan dibutuhkan untuk memastikan bahwa apa yang direncanakan dan dianggarkan memang sesuai dengan apa yang dibutuhkan,” terangnya.
Dewanti menambahkan pembangunan infrastruktur transportasi berkelanjutan harus mempertimbangkan prinsip Economically viable, Socially acceptable, Environmentally sound, Politically correct dan Aesthetically pleasing. Bahwa pembangunan infrastruktur tidak saja mempertimbangkan prinsip rules/regulation driven tapi juga mission-driven agar apa yang dicita-citakan bisa terwujud. “Infrastruktur transportasi berkelanjutan agar bisa terwujud maka perlu biaya ekstra, aspek non-teknis seringkali lebih besar aspek teknis di dalam mewujudkan infrastruktur”, jelasnya.
Menurutnya, Exert pressure perlu diintegrasikan ke dalam proses perencanaan dan tata kelola agar infrastruktur yang direncanakan, termasuk aspek tata kelola habitat satwa) bisa terwujud. Sangat diperlukan perubahan berpikir dari anthropocentric, manusia sebagai pusat kehidupan/kegiatan ke ecocentric, dimana manusia dan ciptaanNya yang lain hidup berdampingan.
Dewanti berpandangan perubahan berpikir idealnya mengarah ke anthropocene bahwa kehidupan manusia tidak lagi dipengaruhi oleh kondisi di mana dia berada, tapi justru manusia sudah menentukan nasib bumi/dunia. Karenanya hal yang dapat dilakukan untuk mewujudkan infrastruktur transportasi berkelanjutan manakala anggaran yang tersedia, kapasitas fiskal terbatas diantaranya meliputi creative financing, creative funding, PPP, naming rights, crowdfunding, dan crowdsourcing.
Disela seminar terbatas sempat dilakukan penandatanganan dokumen kesepahaman terkait pengembangan infrastruktur transportasi berkelanjutan sebagai bagian dari infrastruktur hijau dengan memperhatikan aspek-aspek terkait konektivitas lanskap dan upaya pengurangan fragmentasi habitat di daerah yang sensitif terhadap perubahan iklim dan memiliki peran strategis di dalam pembangunan ekonomi nasional.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : SelarasRiau.com