Dosen Fakultas Biologi UGM Dr. Dwi Sendi Priyono, seorang ahli DNA forensik satwa liar dan Kepala Laboratorium Sistematika Hewan di Departemen Biologi Tropika Universitas Gadjah Mada (UGM), baru saja ditetapkan sebagai menjadi anggota penuh pertama dari Indonesia di Society for Wildlife Forensic Science (SWFS), sebuah organisasi internasional untuk ilmu forensik satwa liar.
Dengan keanggotaan penuhnya ini, Sendi berharap dapat memperkuat penanganan kejahatan satwa liar di Indonesia yang selama ini sudah dikenal sebagai rumah bagi keanekaragaman hayati yang luar biasa namun juga menjadi pusat perdagangan satwa ilegal.
Tidak hanya itu, Sendi menuturkan dengan keanggotaan ini ia bisa berkolaborasi dengan para ahli internasional untuk mengembangkan metode yang lebih efektif dalam menangani kejahatan satwa liar dan mendukung upaya pelestarian spesies yang terancam punah di Indonesia. “Motivasi utama saya bergabung dengan SWFS adalah untuk memperluas jaringan profesionalnya dan mengakses pengetahuan terbaru dalam bidang forensik satwa liar, khususnya dalam pendekatan DNA,” kata Sendi dalam keterangannya kepada wartawan, Rabu (21/8).
Posisi Indonesia yang menjadi pusat megabiodiversitas dunia, tantangan dalam penanganan kejahatan satwa liar semakin kompleks. Menurutnya, perdagangan satwa ilegal seringkali melibatkan barang sitaan yang tidak utuh, sehingga sulit diidentifikasi secara morfologi. “Keterampilan dalam pengujian DNA menjadi sangat penting,” ujarnya.
Menjadi anggota penuh SWFS bukanlah hal yang mudah. Sendi harus melalui proses seleksi yang ketat, yang melibatkan penilaian terhadap portofolionya dalam bidang DNA forensik satwa liar dan mendapatkan minimal dua rekomendasi dari ahli forensik satwa liar internasional. Tantangan terbesar yang dihadapinya adalah memenuhi standar tinggi yang ditetapkan oleh SWFS. “Keterlibatan saya dalam membantu berbagai kasus dengan pihak seperti Mabes Polri, Badan Intelijen dan Keamanan Polri, serta hasil kerja yang telah dipublikasikan secara ilmiah, akhirnya membantu saya mendapatkan keanggotaan penuh ini,” ungkapnya.
Keahlian Dwi dalam teknik identifikasi DNA forensik tidak muncul begitu saja. Sebelum menjadi dosen di UGM, ia telah lama berkecimpung dalam dunia konservasi satwa liar di berbagai NGO. “Teknologi DNA forensik satwa liar sebenarnya bukan hal baru di dunia konservasi secara global, namun belum banyak diadopsi di Indonesia karena keterbatasan SDM dan fasilitas,” jelasnya.
Dengan latar belakang keilmuan yang ia miliki, Sendi ingin memberikan kontribusi ilmiah yang diperlukan untuk mendukung tindakan hukum terhadap pelanggaran perdagangan satwa liar di Indonesia. Dwi bercerita, ia dan timnya menggunakan teknik DNA forensik untuk menganalisis berbagai bukti forensik dari kasus-kasus satwa liar. “Kami menggunakan teknik DNA untuk mengidentifikasi spesies dan mengkonfirmasi apakah barang bukti tersebut berasal dari spesies yang dilindungi,” jelasnya. Salah satu kasus yang paling berkesan baginya adalah ketika ia berhasil mengidentifikasi asal geografis dari gading gajah yang diselundupkan. “Hasil analisis ini berperan krusial dalam proses hukum dan mendukung upaya pelestarian dengan menyediakan bukti ilmiah yang kuat,” tambahnya.
Sebagai anggota penuh SWFS, Sendi kini terlibat dalam pengembangan standar forensik satwa liar, berbagi pengetahuan, dan berpartisipasi dalam proyek-proyek global. Ia berencana untuk mengembangkan proyek yang fokus pada pembuatan database forensik satwa liar yang komprehensif di Indonesia, serta meningkatkan kapasitas lokal melalui pelatihan dan workshop. “Kegiatan ini diharapkan dapat memperkuat penegakan hukum dan upaya pelestarian dengan menyediakan alat yang lebih baik untuk analisis forensik,” harapnya.
Meskipun menghadapi tantangan besar seperti keterbatasan fasilitas dan teknologi, serta minimnya database DNA satwa endemik, Sendi tetap optimis tentang masa depan forensik satwa liar di Indonesia. Dengan dukungan internasional dan kolaborasi yang semakin kuat, ia percaya bahwa kapasitas lokal dalam menangani kasus-kasus satwa liar akan terus meningkat. “Dukungan dari lembaga internasional dan pengalaman yang saya dapat dari keanggotaan SWFS akan memperkuat upaya pelestarian dan penegakan hukum di Indonesia,” pungkasnya.
Penulis : Dita
Editor : Gusti Grehenson