Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam pidatonya kenegaraannya usai dilantik sebagai Presiden periode 202402029 di gedung DPR/MPR, Minggu (20/10) menjanjikan bahwa Indonesia akan mencapai swa-sembada energi dalam waktu 4-5 tahun. Bahkan menyatakan komitmen untuk mencapai kedaulatan energi melalui pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) dengan menggunakan sumber daya energi yang tersedia berlimpah. Berbagai sumber daya energi tersebut berupa kelapa sawit yang bisa menghasilkan solar dan bensin, tanaman lain seperti singkong, tebu, sagu, jagung, dan lain-lain. Indonesia juga juga punya energi panas bumi (geothermal), batu bara, energi tenaga air, angin, dan matahari.
Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Dr. Fahmy Radhi, M.B.A menyambut baik janji Presiden Prabowo Subinato tersebut. Hanya saja masalahnya, imbuhnya, Indonesia tidak memiliki teknologi untuk mengolah sumber daya energi tersebut menjadi EBT.
Fahmy menjelaskan Pertamina sudah mengusahakan biodiesel, yang merupakan pencampuran solar dengan minyak sawit, dan dimulai dengan B-20 meningkat ke B-35 lantas naik menjadi B-40. Sayang program ini terhenti lantaran perusahaan selaku partner usaha dari Italia menghentikan kerjasama dengan Pertamina. “Pengembangan biodiesel selain tidak dapat dicapai, program EBT berbasis sawit juga berpotensi bertabrakan dengan program pangan untuk menghasilkan minyak goreng,” katanya di Kampus UGM, Senin (21/10).
Termasuk untuk program gasifikasi, mengolah batubara menjadi gas. Program ini menurut Fahmy, juga mengalami hal sama yaitu kegagalan setelah Air Product selaku partner usaha dari Amerika Serikat hengkang dari Indonesia. “Alasannya, gasifikasi dinilai tidak mencapai keekonomian lantaran harga pasar batubara berfluktuasi,” terangnya.
Fahmy menjelaskan untuk mendapatkan teknologi yang dibutuhkan dalam mencapai swasembada energi, ada dua upaya yang harus dilakukan pemerintah. Pertama, menarik investor asing pemilik teknologi untuk bekerja sama dengan perusahaan energi dan BUMN dalam negeri. Strategi kedua dengan mengembangkan riset (R&D) di dalam negeri dengan menggandeng Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dan universitas-universitas Indonesia untuk menghasilkan teknologi yang dibutuhkan.
Upaya tersebut, menurutnya membutuhkan komitmen jangka panjang karena riset dan pengembangan membutuhkan waktu yang lama dan biaya yang besar. Komitmen Prabowo untuk mencapai swasembada energi, menurutnya, harus ditindak-lanjuti oleh menteri-menteri terkait Kabinet Merah Putih secara konsisten dan berkelanjutan. “Tanpa upaya serius dan terus menerus, komitmen Prabowo yang disampaikan pada pidato perdana sebagai Presiden untuk mencapai swasembada energi tak lebih hanya omon-omon saja,” tandasnya.
Penulis : Agung Nugroho
Foto : Freepik.com