Di salah satu sudut Kotagede berdiri bangunan tradisional Jawa yang dikelola oleh Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM.
Bangunan ini bernama Omah UGM, salah satu bangunan terdampak gempa tahun 2006 yang kemudian dibeli oleh UGM sebagai bagian dari program revitalisasi kawasan pusaka Kotagede berbasis 3K yaitu Komunitas, Kerajinan, dan Kultural.
“Setelah dibeli proses renovasi didukung di antaranya oleh JICA, Total Indonesie, Exxon Mobil Oil, dan individual donor,” ungkap dosen Arsitektur UGM, Dr. Eng. Ir. Laretna Trisnantari Adishakti, M.Arch., Kamis (6/1).
Struktur serta fasad atau muka bangunan Omah UGM memiliki citra kuat sebuah rumah tradisional Kotagede.
Bangunan ini memiliki tata ruang khas bangunan rumah Jawa yang terdiri atas pendopo atau bangunan tanpa dinding yang biasa digunakan sebagai tempat pertemuan, bangunan induk yang dinamakan dalem, juga pringgitan atau penghubung antara pendopo dan rumah dalem.
Selain itu terdapat pula sentong atau kamar serta gandhok yang terletak di sisi kanan dan kiri rumah. Ornamen serta material bangunan juga dipertahankan sesuai wajah Kotagede.
“Dinding dalem sangat khas terbuat dari kayu, bukan tembok. Suatu kondisi yang sudah langka di Kawasan Pusaka Kotagede,” terang Sita.
Kotagede yang merupakan bekas ibu kota kerajaan Mataram Islam pada abad 15 memang dikenal mewakili saujana Jawa yang ideal dan menawarkan karakter yang unik. Gempa tahun 2006 dengan kekuatan 5.9 SR berpengaruh pada bangunan tua di Kotagede yang tak mampu menahan dikarenakan material dominan kayu dan termakan usia.
Sejak gempa 2006, secara bertahap proses pemulihan di Kotagede dilakukan. Banyak pihak yang ikut serta mulai dari masyarakat setempat, pelestari, pemerintah, hingga donatur swasta lokal hingga internasional. Rumah berusia hampir 200 tahun yang kini menjadi Omah UGM merupakan salah satu bangunan tua yang mampu bertahan terhadap gempa meski mengalami sejumlah kerusakan.
Melalui kerja sama dengan berbagai pihak, bangunan yang mengalami kerusakan ini ditransformasi menjadi pusat gerakan pelestarian budaya UGM dan pusat pelatihan mitigasi bencana pada cagar budaya.
Saat ini Omah UGM digunakan untuk aktivitas perkuliahan dan penelitian Departemen Teknik Arsitektur dan Perencanaan UGM karena fungsinya sebagai media pembelajaran pelestarian pusaka termasuk pengelolaan risiko bencana untuk pusaka berbasis 3K, bahkan menjadi materi tugas studio mahasiswa terkait olah desain arsitektur pusaka.
“Omah UGM menjadi rumah bagi gerakan baru konservasi cagar budaya di Jogja dan juga di Indonesia,” imbuhnya.
Tempat ini juga banyak dikunjungi pelajar, wisatawan, atau masyarakat pada umumnya untuk kegiatan edukasi, wisata, ataupun produksi foto dan video. Wajah bangunan yang khas beserta barang-barang antik yang tersimpan rapi di dalamnya menjadikan Omah UGM lokasi yang menarik untuk dikunjungi berbagai kalangan.
Penulis: Gloria
Foto: Firsto