Memperingati 15 tahun program studi CRCS (Center for Religious and Cross-cultural Studies) UGM, Kamis (8/10) diadakan kuliah umum bersama Guru Besar Ilmu Politik Universitas Thammasat, Thailand, Prof. Chaiwat Satha-Anand, di Sekolah Pascasarjana UGM. Prof. Satha-Anand dikenal luas sebagai pemikir, aktivis dan humanis yang rajin mengampanyekan panggilan nirkekerasan agama-agama dan budaya perdamaian. Selama ini Satha-Anand merupakan kawan baik almarhum Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid.
Dalam kesempatan itu Satha-Anand mengatakan pada dekade pertama abad ke-21, Islam terus mendapat sorotan dunia dalam soal kekerasan (perang di Irak dan kekerasan di Suriah), demokrasi (berkuasanya Ikhwanul Muslimin di Mesir lewat pemilu demokratis, suara Partai Salafi di Tunisia pasca-Arab Spring, atau meningkatnya pemilih Muslim dalam pemilu presiden di AS), dan hak-hak asasi manusia.
Ia menjelaskan jika manusia hendak menjabarkan keterlibatan Muslim dalam politik (baik lokal, nasional, dan global), kita harus memahami bagaimana mereka menjembatani dunia mereka yang diliputi oleh yang suci dengan dunia lain yang dianggap luput dari yang suci.
“Kita perlu memahami bagaimana Muslim melihat diri dan keyakinan mereka pada realitas Ilahiah dalam kaitannya dengan yang duniawi,”kata Satha-Anand.
Menurut Satha-Anand penempatan yang suci di dalam cermin memungkinkan renungan filosofis mengenai hubungan antara Tuhan, dunia, dan Muslim karena sifat ontologis bercermin. Kuliah umum tersebut diawali dengan telaah gagasan tentang yang suci di alam pikiran Muslim, dan sekelumit tentang bagaimana batasan yang suci dilanggar di dunia Islam.
Satha-Anand telah menulis dan menyunting sekitar 25 buku, baik yang terbit di Thailand maupun dunia internasional. Beberapa karyanya sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, Indonesia, Cina, Prancis, Jerman, Italia, Jepang dan Korea. Ia meraih sejumlah penghargaan, seperti National Sri Burapha Distinguished Writer Award dan International El-Hibri Peace Education Prize (Humas UGM/Satria)